Skip to main content

Dibalik Indahnya Kebun

Lihatlah kebunku....



awal musim semi, indahnya tulip yang berwarna-warni


awal musim panas, pohon tokiwa mansaku,
pink entry way

Menjelang Musim Gugur, kebun sayur dan herb yang mulai siap panen

Musim Dingin, pohon yang meranggas bertahan dari sergapan salju,
dan beberapa bunga yang tetap setia mekar walaupun dingin

Keindahan kebun yang sering saya lihat-lihat saat pertama kali ke Jepang membuat saya becita-cita ingin berkebun. Mengawali berkebun 3 tahun lalu, dan melihat hasilnya sungguh membuat saya bahagia. Tapi tahun ini, ternyata saya sadar berkebun itu perlu kerja keras. Mulai dari harus berakrab dengan tanah dan kompos yang....bau, bergaul dengan segala macam serangga dan hama, menbereskan tanaman yang tumbuh tak terkendali, dan mendaur ulang tanah-tanah di pot (sangat sulit untuk membuang tanah di Jepang, harus ke perusahaan yang menangani galian dan puing bekas, yang sudah pasti mahal lah).

Berikut beberapa foto keruwetan berkebun yang sempat terabadikan:

Memisahkan sampah akar busuk, batu alas pot, dan tanah menggunakan ayakan,
lalu menjemurnya (tentu saja diri sendiri ikut terjemur) untuk membunuh hama
supaya tanah dan batu alas pot bisa digunakan kembali

memangkas dahan dan ranting pohon dan tanaman yang sudah menjalar kemana-mana,
dapat 8 kantong kresek plus satu karung!

tanaman merambat yang sebentar lagi bakal mengepung rumah

Awalnya tak terbayangkan kalau berkebun sebegini melelahkan. Betul saran tukang kebun tempat saya beli bibit pohon dan tanaman, lebih enak pergi ke taman bunga dan menikmati keindahannya daripada berpayah-payah berkebun di rumah. Apalagi karena tahun lalu saya hamil dan melahirkan anak ketiga, kebun benar-benar tak terawat. Jangankan nyamuk dan ulat bulu, lebah pun sampai bersarang di salah satu pohon! Tahun ini saya berniat istirahat, cukup perawatan darurat saja, tidak menanam apa-apa lagi, hikss.

Jadi terkenang saat bersama anak-anak membangun kebun kecil kami,

Kakak yang mencampur tanah,
sementara si Aa menderetkan batu pembatas
Cepat besar ya, Nak....mudah-mudahan kita semua sehat, ada rejeki bisa punya sawah dan kebun yang luas, nanti bantu Ibu berkebun yaaaa.

Comments

Popular posts from this blog

Youkan atau Dodol Jepang

Homemade Mizuyoukan Saat Ibu saya mengunjungi kami di Tokyo, kegembiraan beliau yang paling terasa adalah menemukan kembali makanan masa kecil. Meskipun Tokyo adalah kota metropolitan yang canggih dan gemerlap, tapi tengoklah pojok makanan tradisional mereka. Jangan kaget jika menemukan teng teng beras, opak, kue mochi, kue semprong, rambut nenek-nenek (harum manis di-sandwich semacam kerupuk renyah), kolontong ketan, gemblong dan banyak lagi. Karena saat itu musim gugur, kesemek membanjiri supermarket, Ibu saya selalu berfoto dengan gunungan buah kesukaannya di masa kecil, yang kini jarang ditemukan di negerinya sendiri. Tapi yang paling beliau sukai adalah, youkan. Beliau menyebutnya dodol. Ada banyak sekali varian youkan, tapi yang beliau sukai adalah shio youkan. Bedanya dengan dodol, kadang ada dodol yang kering, atau dodol yang agak liat. Saya sendiri suka dengan makanan tradisional Jepang, mengingatkan pada camilan kalau mudik ke Tasik saat lebaran. Masalahnya, rata-rata b

Menyurangi Resep Ebi Furai

Salah satu makanan favorit keluarga adalah furai atau gorengan, terutama ebi furai. Biasanya kalau saya membuat stok makanan beku saya sekaligus membuat ebi furai , chicken nugget dan hamburg/burger patties . Cuma belakangan si Aa udah mulai jarang tidur siang, jadi sudah tidak bisa lama-lama mencuri waktu membuat stok makanan lagi.

Cerita Kelahiran Raika

Alhamdulillah....akhirnya saya menjadi ibu juga. Si neng lahir hari Jumat 5 Desember 2008, Berat Lahir 3.512kg Panjang Badan 51 cm, dan kami namai RAIKA 来香 . Sayang sekali proses kelahirannya tidak mendapatkan liputan yang layak