Skip to main content

Kroket Kabocha

Kemarin dapat kiriman paket hasil bumi dari mertua di Hokkaido. Satu kardus indomie berisi wortel, kentang, bawang bombay dan satu kepala kabocha. Hasil bumi Hokkaido memang terkenal spesial. Kentang dan wortel langsung dibuat sup daging dan kabocha? saya sebenarnya suka kabocha yang direbus dengan kaldu kombu  (rumput laut kering). Tapi sayang sekali si kakak tidak suka kabocha. Saat mulai MPASI dulu semua sayur dan buah yang dikenalkan langsung dilahap, cuma satu yang dimuntahkan kembali yaitu kabocha tea. Padahal saya suka sekali kabocha. Berbagai resep saya coba demi si kakak jadi doyan kabocha, sejauh ini cuma satu yang berhasil, Kroket Kabocha!

Di Jepang biasanya kroket yang umum adalah kroket kentang yang diisi daging cincang, atau krim dan daging kepiting, atau keju dan ham. Kroket kabocha yang saya coba pertama kali, resepnya didapat dari cookpad.com (situs masakan Jepang) dan sekali mencoba gak pernah pengen nyari resep lain lagi. Hanya kabocha yang dicampur dengan sesendok mentega putih dan sesendok madu. Legit! Pernah sekali makan di restoran Jepang yang khusus masakan tahu, salah satu side dish-nya si kroket kabocha ini, suami saya bilang ternyata kroket kabocha yang saya buat gak kalah sedap dengan kroket kabocha restoran. Cieeeee......



Resep Kroket Kabocha ( 9 buah)

Bahan


1. Setengah kepala kabocha (hampir 500 gr), kalau saya dengan kulitnya, dicuci bersih dan dipotong-potong.
2. 1 sdm butter (mentega putih)
3. 1 sdm madu
4. 1 butir telur
5. Tepung terigu dan Tepung panko (roti yang  di toast lalu dihancurkan dengan mixer) secukupnya

Cara membuat

1. Microwave atau kukus potongan kabocha hingga empuk. Jangan direbus karena nanti terlalu berair.
2. Haluskan kabocha selagi masih panas.
3. Tambahkan butter dan madu, aduk rata
4. Buat bulatan-bulatan, lalu gulingkan bergantian ke dalam tepung terigu, lalu telur dan terakhir tepung panko.
5. Goreng dalam minyak panas 170 derajat hingga matang kekuningan. Minyak sebaiknya cukup banyak dan merendam kroket.

Tips

1. Biasanya adonan sangat lembek jadi harus diperlakukan dengan lemah lembut supaya bentuknya tidak rusak
2. Kroket yang siap digoreng sebaiknya didiamkan di freezer sebelum digoreng supaya bentuknya bagus.
3. Jangan membolak-balik kroket saat digoreng supaya tidak hancur.

Selamat mencoba!

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Youkan atau Dodol Jepang

Homemade Mizuyoukan Saat Ibu saya mengunjungi kami di Tokyo, kegembiraan beliau yang paling terasa adalah menemukan kembali makanan masa kecil. Meskipun Tokyo adalah kota metropolitan yang canggih dan gemerlap, tapi tengoklah pojok makanan tradisional mereka. Jangan kaget jika menemukan teng teng beras, opak, kue mochi, kue semprong, rambut nenek-nenek (harum manis di-sandwich semacam kerupuk renyah), kolontong ketan, gemblong dan banyak lagi. Karena saat itu musim gugur, kesemek membanjiri supermarket, Ibu saya selalu berfoto dengan gunungan buah kesukaannya di masa kecil, yang kini jarang ditemukan di negerinya sendiri. Tapi yang paling beliau sukai adalah, youkan. Beliau menyebutnya dodol. Ada banyak sekali varian youkan, tapi yang beliau sukai adalah shio youkan. Bedanya dengan dodol, kadang ada dodol yang kering, atau dodol yang agak liat. Saya sendiri suka dengan makanan tradisional Jepang, mengingatkan pada camilan kalau mudik ke Tasik saat lebaran. Masalahnya, rata-rata b...

Mak Rempong dan SIM Jepang

Buku-buku materi kursus mengemudi Alkisah, saya seorang Mak Rempong di usia 40-an dengan 3 orang anak (9 tahun, 5 tahun, dan 2 tahun) merengek meminta Me Time ala Mamah Muda kepada suami. Suami menyambut gembira, bersedia menjaga anak-anak di rumah, tapi me time yang ditawarkan adalah kursus mengemudi!

Menyepi di Pusat Ginza

  I  have come a long way. Seharusnya ada banyak tulisan yang mendahului tulisan ini, karena saya terbiasa untuk bercerita runut, semacam OCD dalam kegiatan ngeblog . Tapi tulisan ini tidak bisa menunggu. lorong yang panjang menuju cafe, diambil dari tabelog Akhirnya hari ini saya memasuki lorong itu. Sebuah lorong kecil menuju sebuah cafe yang luas, dalam sebuah gedung menghadap perempatan Ginza yang ramai. Hari Sabtu, Ginza dibebaskan dari kendaraan yang biasaya berlalu-lalang dengan sibuk. Semacam car free day di Jakarta. Dan dari sudut cafe yang menghadap jendela besar ini, saya bisa mengamati tindak tanduk para wisatawan pejalan kaki, yang asik berfoto, berdiri tercenung menatap peta di layar smartphone , atau yang berjalan mantap menuju tempat tujuannya. Mengapa Ginza? Ah, panjang sekali ceritanya. Singkatnya, Pada suatu hari saya terpikir untuk bekerja paruh waktu. Setelah berpuluh tahun berkutat dengan hobi yang melulu di rumah, saya memutuskan...