Skip to main content

Menyepi di Pusat Ginza

 have come a long way.

Seharusnya ada banyak tulisan yang mendahului tulisan ini, karena saya terbiasa untuk bercerita runut, semacam OCD dalam kegiatan ngeblog. Tapi tulisan ini tidak bisa menunggu.

lorong yang panjang menuju cafe, diambil dari tabelog

Akhirnya hari ini saya memasuki lorong itu. Sebuah lorong kecil menuju sebuah cafe yang luas, dalam sebuah gedung menghadap perempatan Ginza yang ramai. Hari Sabtu, Ginza dibebaskan dari kendaraan yang biasaya berlalu-lalang dengan sibuk. Semacam car free day di Jakarta. Dan dari sudut cafe yang menghadap jendela besar ini, saya bisa mengamati tindak tanduk para wisatawan pejalan kaki, yang asik berfoto, berdiri tercenung menatap peta di layar smartphone, atau yang berjalan mantap menuju tempat tujuannya.

Mengapa Ginza?

Ah, panjang sekali ceritanya.

Singkatnya, Pada suatu hari saya terpikir untuk bekerja paruh waktu. Setelah berpuluh tahun berkutat dengan hobi yang melulu di rumah, saya memutuskan "harus" melakukan sesuatu di luar rumah, di tempat yang merupakan kutub berseberangan dengan tempat-tempat yang menjadi comfort zone saya selama ini. Dari beberapa tempat yang menjadi pilihan, Ginza-lah yang ternyata menjadi jodoh saya.

Seperti saya bilang, lorong kecil itu menuju sebuah cafe, di lantai 4 sebuah gedung tua yang terselip di antara butik-butik brand dunia yang berderet di sepanjang jalan utama Ginza. Dari luar, pintu masuk toko buku ini ditutupi Kanopi hijau, tak nampak menonjol dibanding butik FURLA dan Michael Kors di sebelah kanan dan kirinya. Bagian gedung di sisi lain perempatan, ditempati cafe Onitsuka Tiger. Arus pengunjung di perempatan pun ramai karena tak jauh dari situ berdiri Department Store terkenal Matsuya Ginza dan Mitsukoshi.

Setelah 18 bulan menjalani rutinitas "mengunjungi" ginza setiap hari Sabtu, melongok ke sana-sini, dan mampir ke sekian tempat untuk mencari my new comfort zone di Ginza. Gedung tua inilah yang menjadi pilihan untuk menghabiskan waktu istirahat.

Pernah pula mengunjungi perpustakaan warga Ginza, yang sangat wow sebenarnya (kapan-kapan saya ceritakan), tapi saya harus jalan kaki sekitar 20 menit, melewati perempatan besar, menyeberangi jembatan panjang untuk melintasi jalan tol dalam kota.

Sebenarnya saya menemukan gedung ini melalui pencarian di Google, "toko buku terdekat". Memang hasil pencarian juga menawarkan Tsutaya Book Store di GinzaSix, sebuah mall baru di Ginza. Toko buku yang megah, indah, dilengkapi dengan galery dan cafe yang mewah. Tapi selain lebih jauh, suasananya juga ramai.

Memasuki toko buku tua itu (berdiri tahun 1885), saya langsung mendapati tangga menuju lantai dua di sebelah kiri, dan di sebelah kanan sebuah selasar dengan rak-rak di sisi kanan kirinya. Kebanyakan rak-rak itu berisi majalah-majalah. Ternyata selasar itu berakhir ke sebuah pintu! Keluar dari pintu itu, sebelah kiri menuju tangga granit tua dan sebelah kanan menuju lobby gedung yang temaram.

Memasuki lobby, terdapat display injil dan display untuk event-event tertentu. Dari denah di dekat lift, tahulah saya gedung ini berlantai 9, lantai 1 dan 2 adalah toko buku umum, lantai 3 toko buku khusus injil, lantai 4 toko cenderamata kristen bernama Ein Karem yang setelah saya telusuri merupakan nama sebuah desa kristen di Palestina yang kini hanya tinggal kenangan bagi warga Palestina, dan sebagai situs sejarah UNESCO bagi Israel. Toko ini menyatu dengan sebuah cafe. Lantai-lantai selanjutnya ditempati organisasi-organisasi yang berhubungan dengan penerbitan injil. Lantai 9 adalah toko buku khusus anak-anak, bernama Dunia Narnia! Saya langsung menggunakan lift untuk mengunjunginya.

Mungkin saya akan ceritakan tentang Dunia Narnia lain kali. Karena temuan yang membuat saya jatuh hati adalah ketika saya menuruni tangga granit tua itu satu persatu dari lantai 9 menuju lobby, menyinggahi setiap ruangan yang saya dapati terbuka untuk umum. Tangga yang unik, karena seperti sengaja repot-repot dibuat sepasang untuk naik dan turun, tidak dijadikan sekalian satu tangga yang lebar. Samping kiri kanan tangga merupakan jendela-jendela besar, yang menunjukkan bagian belakang gedung dengan dinding dilekati pipa-pipa seperti urat-urat yang rumit. Ah, mungkin dahulu sisi kiri kanan tangga ini adalah taman-taman? Mengingat gedung ini pertama kali berdiri tahun 1933.

Ternyata toko buku tua yang di pusat Ginza ini bak sebuah oasis. Kalau saya ada waktu kosong selalu saya singgahi. Mungkin karena semakin tua dan semakin "tersembunyi" sesuatu semakin membuat saya penasaran.

Setiap lantai gedung tua itu, saya kunjungi sedikit demi sedikit, karena dari sisi pintu masuk utama menuju lobby, gedung ini terlihat sangat misterius! Selain untuk mengunjungi toko buku dari pintu masuk di jalan utama, awalnya saya segan memasukinya. Minggu demi minggu saya semakin merasa mengenalnya, dan hari ini, setelah saya hilir mudik di depan tangga, di depan lift, ragu untuk memutuskan memasuki lorang panjang menuju kafe atau tidak, keberanian itu pun terkumpul!

Comments

Popular posts from this blog

Youkan atau Dodol Jepang

Homemade Mizuyoukan Saat Ibu saya mengunjungi kami di Tokyo, kegembiraan beliau yang paling terasa adalah menemukan kembali makanan masa kecil. Meskipun Tokyo adalah kota metropolitan yang canggih dan gemerlap, tapi tengoklah pojok makanan tradisional mereka. Jangan kaget jika menemukan teng teng beras, opak, kue mochi, kue semprong, rambut nenek-nenek (harum manis di-sandwich semacam kerupuk renyah), kolontong ketan, gemblong dan banyak lagi. Karena saat itu musim gugur, kesemek membanjiri supermarket, Ibu saya selalu berfoto dengan gunungan buah kesukaannya di masa kecil, yang kini jarang ditemukan di negerinya sendiri. Tapi yang paling beliau sukai adalah, youkan. Beliau menyebutnya dodol. Ada banyak sekali varian youkan, tapi yang beliau sukai adalah shio youkan. Bedanya dengan dodol, kadang ada dodol yang kering, atau dodol yang agak liat. Saya sendiri suka dengan makanan tradisional Jepang, mengingatkan pada camilan kalau mudik ke Tasik saat lebaran. Masalahnya, rata-rata b

Menyurangi Resep Ebi Furai

Salah satu makanan favorit keluarga adalah furai atau gorengan, terutama ebi furai. Biasanya kalau saya membuat stok makanan beku saya sekaligus membuat ebi furai , chicken nugget dan hamburg/burger patties . Cuma belakangan si Aa udah mulai jarang tidur siang, jadi sudah tidak bisa lama-lama mencuri waktu membuat stok makanan lagi.

Rindu Menjahit

Belakangan ini rindu sekali belajar menjahit lagi, sayang sekali masih belum ketemu waktu yang pas. Kakak masih pulang cepat dari TK, adik juga masih harus selalu ditemenin main. Tapi karena sudah tidak tahan saya nekat memotong kain untuk membuat gaun. Sayang sekali belum selesai juga, Insya Allah nanti diapdet kalau sudah selesai. Sementara menanti momen yang pas, saya ubek-ubek lagi foto jadul pertama kali kena menjahit. Membuat perlengkapan sekolah kakak dan beberapa dress dari kain sarung bantal untuk latihan.     Melihat foto-foto ini jadi semakin ingin belajar menjahit....hikkksss.     Tas bekal, luncheon mat, dan cuttlery wallet tas jinjing sekolah TK untuk membawa buku cerita baju karung dari kain spanduk versi ikat pinggang (baseball punya suami hi3) baju karung dari kain spanduk dress anak dari bahan sarung bantal dress wanita, belajar menjahit rempel (gak tau istilah teknisnya)