Skip to main content

Memiliki STATUS eh salah...HUBUNGAN!

Sekitar 3 minggu lagi Raika akan genap berusia 5 tahun. Sejak usia 2 tahunan dan mulai mikir2 soal sekolah, bahkan homeschooling. Tapi karena kurang konsentrasi akhirnya lebih banyak di "homemaking" nya dan membiarkan si "schooling" ditangani bapak/ibu guru saja. Sampai sekarang tau2 anaknya udah kelas "sedang" di TK (3 tahun) dan tengok2 kanan kiri ibu2 lain udah sibuk meleskan anak2nya piano, kumon, english, dance, gymnastics dll dsb. Sementara suami tidak mendukung keinginan saya untuk meleskan, kecuali anaknya minta sendiri. Tentu saja si neng tidak minta dileskan apa2, ditawari juga gak mau (kecuali les senam yang ada di sekolah, itu juga karena temen2 semasa kelas "kecil" kebanyakan ikutan). Jadi akhirnya saya mikir2 gimana kalo saya aja yang "mengajari" Raika macem2 he3. Dan entah kenapa saya kepingin mengajarinya PIANO!

Idih yang bener aja! seejek bujek belom pernah megang piano, gak bisa baca not balok, kuping buta nada....gimana mo bisa ngajarin, yang ada malah harus diajarin kan?  Akhirnya saya mulai deh belajar piano lewat internet, plus latihan diajarin oleh si elekton yang dibeli suami saya beberapa tahun lalu. Ngintip2 blog ibu2 yang mengajari anaknya sendiri bermain musik, ketemulah artikel ini, yang membuat mata saya terbelalak he3.

http://atreblemaker.blogspot.jp/2011/10/creating-student.html

Jadinya saya ngeh lah kalo saya gak bisa langsung pasang status sebagai guru dan lalu sibuk "mengajari", tapi harus bisa memiliki hubungan guru-murid dengan Raika. Bisa mengajaknya duduk bersama, dan menumbuhkan kepercayaannya bahwa apa yang akan keluar dari mulut saya selama kita duduk bersama adalah hal yang bermanfaat baginya. Jadi saya harus mengubah diri saya menjadi "guru" dan anak saya menjadi "murid". Bagaimana caranya?

Berhubung saya malesssss, rencananya saya ikutin aja si ibu ini, mulai dari mengajari membaca menggunakan buku yang sama. Selama beberapa minggu saya sibuk mempelajari buku ini dan mulai bersiap, semoga bisa dimulai setelah Raika genap 5 tahun. Cara mengajar semua ditulis, kita tidak usah menyiapkan bahan ajar apapun, bahkan apa yang kita bicarakan pun udah ada skrip-nya, dan itu adalah hal penting yang harus dilalukan jika ingin berhasil, karena katanya kalo gurunya ngalor ngidul nanti muridnya lebih ngalor ngidul akibatnya proses belajar jadi lelet, muridnya kehilangan perhatian (terhadap pelajarannya bukan terhadap gurunya he3) dan gurunya capek.

 
Saya jelas punya unek2 dengan skrip ini, secara Raika kan belom tentu konsisten dengan skripnya he3. Meskipun bukunya ngasih petunjuk mengatasi celetukan gak nyambung or kalo anak tidak merespon samsek, tetep masih gak yakin proses belajar membaca 100 hari ini akan jalan. Selain unek2 yang ini, saya juga kurang srek dengan solusi buku ini untuk mengeliminasi iregularitas dalam pengejaan, keliatan tidak natural. Meski katanya setelah 70-an lesson akan hilang dengan sendirinya tapi saya merasa di awal2 akan susah, karena Raika udah terbiasa dengan ejaan yang biasa.
 
Ah....kita lihat saja nanti, sementara untuk mengipasi semangat saya akan terus mengingat2 frase yang dibilang si ibu,
 
"Little by little, bit by bit our relationship has grown in ways I am SO thankful for!  I love being her mom, but I never thought I could love being her piano/violin teacher as much as I do"
 
Semoga saya juga bisa mencicipi keindahan hubungan guru-murid juga....amiiin.
ļ»æ

Comments

Popular posts from this blog

Youkan atau Dodol Jepang

Homemade Mizuyoukan Saat Ibu saya mengunjungi kami di Tokyo, kegembiraan beliau yang paling terasa adalah menemukan kembali makanan masa kecil. Meskipun Tokyo adalah kota metropolitan yang canggih dan gemerlap, tapi tengoklah pojok makanan tradisional mereka. Jangan kaget jika menemukan teng teng beras, opak, kue mochi, kue semprong, rambut nenek-nenek (harum manis di-sandwich semacam kerupuk renyah), kolontong ketan, gemblong dan banyak lagi. Karena saat itu musim gugur, kesemek membanjiri supermarket, Ibu saya selalu berfoto dengan gunungan buah kesukaannya di masa kecil, yang kini jarang ditemukan di negerinya sendiri. Tapi yang paling beliau sukai adalah, youkan. Beliau menyebutnya dodol. Ada banyak sekali varian youkan, tapi yang beliau sukai adalah shio youkan. Bedanya dengan dodol, kadang ada dodol yang kering, atau dodol yang agak liat. Saya sendiri suka dengan makanan tradisional Jepang, mengingatkan pada camilan kalau mudik ke Tasik saat lebaran. Masalahnya, rata-rata b...

Mak Rempong dan SIM Jepang

Buku-buku materi kursus mengemudi Alkisah, saya seorang Mak Rempong di usia 40-an dengan 3 orang anak (9 tahun, 5 tahun, dan 2 tahun) merengek meminta Me Time ala Mamah Muda kepada suami. Suami menyambut gembira, bersedia menjaga anak-anak di rumah, tapi me time yang ditawarkan adalah kursus mengemudi!

Menyepi di Pusat Ginza

  I  have come a long way. Seharusnya ada banyak tulisan yang mendahului tulisan ini, karena saya terbiasa untuk bercerita runut, semacam OCD dalam kegiatan ngeblog . Tapi tulisan ini tidak bisa menunggu. lorong yang panjang menuju cafe, diambil dari tabelog Akhirnya hari ini saya memasuki lorong itu. Sebuah lorong kecil menuju sebuah cafe yang luas, dalam sebuah gedung menghadap perempatan Ginza yang ramai. Hari Sabtu, Ginza dibebaskan dari kendaraan yang biasaya berlalu-lalang dengan sibuk. Semacam car free day di Jakarta. Dan dari sudut cafe yang menghadap jendela besar ini, saya bisa mengamati tindak tanduk para wisatawan pejalan kaki, yang asik berfoto, berdiri tercenung menatap peta di layar smartphone , atau yang berjalan mantap menuju tempat tujuannya. Mengapa Ginza? Ah, panjang sekali ceritanya. Singkatnya, Pada suatu hari saya terpikir untuk bekerja paruh waktu. Setelah berpuluh tahun berkutat dengan hobi yang melulu di rumah, saya memutuskan...