Skip to main content

Rumah Tiang Bendera

Setelah pindah dan menempati rumah yang sekarang ini, saya baru tau istilah rumah tiang bendera atau 旗竿地 hatazaochi dalam bahasa Jepang. Mengapa tiang bendera?.
Karena bentuk tanahnya seperti tiang bendera. Perhatikan gambar di bawah ini:



Rumah A dan B disebut rumah tiang bendera, carport dan jalan masuk ke rumah merupakan tiangnya, dan bagian rumah adalah benderanya. Harga rumah tipe tiang bendera ini biasanya cukup miring, bisa lebih murah 15-20 persen dari rumah yang "normal" berada di tepi jalan. Tapi tentu saja banyak kekurangannya.

Pertama, biasanya rumah seperti ini kekurangan cahaya matahari, karena sekelilingnya bangunan semua. Kedua, karena jalan masuk sempit dan panjang, maka cukup menyusahkan misalnya jika harus merenovasi rumah, karena truk besar mungkin akan kesulitan untuk membawa bahan bangunan. Ketiga, harga jualnya juga tentu saja lebih rendah, atau malah susah terjual kembali. Keempat, kalau jalan masuk sangat sempit (konon standar minimal lebar akses adalah 3 meter) maka menyulitkan jika misalnya terjadi bencana kebakaran.

Walaupun begitu saya cukup bahagia dengan rumah tiang bendera yang saya tempati. Alhamdulillah rumah di depan, samping kiri kanan dan belakang semuanya punya halaman terbuka (bonus taman asri he3), jadi saya cukup kebagian sinar matahari. Rumah di depan saya juga pemiliknya baik sekali, bersedia memenuhi perjanjian bersama untuk tidak membuat pagar tinggi permanen ke jalan masuk. Jika ada keluhan yang berarti, ya soal si bagian tiang bendera yang berupa tanah terbuka, becek kalau hujan, berdebu kalau angin kencang. Tapi soal itu, Insya Allah dibahas lain waktu.

Comments

Popular posts from this blog

Youkan atau Dodol Jepang

Homemade Mizuyoukan Saat Ibu saya mengunjungi kami di Tokyo, kegembiraan beliau yang paling terasa adalah menemukan kembali makanan masa kecil. Meskipun Tokyo adalah kota metropolitan yang canggih dan gemerlap, tapi tengoklah pojok makanan tradisional mereka. Jangan kaget jika menemukan teng teng beras, opak, kue mochi, kue semprong, rambut nenek-nenek (harum manis di-sandwich semacam kerupuk renyah), kolontong ketan, gemblong dan banyak lagi. Karena saat itu musim gugur, kesemek membanjiri supermarket, Ibu saya selalu berfoto dengan gunungan buah kesukaannya di masa kecil, yang kini jarang ditemukan di negerinya sendiri. Tapi yang paling beliau sukai adalah, youkan. Beliau menyebutnya dodol. Ada banyak sekali varian youkan, tapi yang beliau sukai adalah shio youkan. Bedanya dengan dodol, kadang ada dodol yang kering, atau dodol yang agak liat. Saya sendiri suka dengan makanan tradisional Jepang, mengingatkan pada camilan kalau mudik ke Tasik saat lebaran. Masalahnya, rata-rata b

Menyurangi Resep Ebi Furai

Salah satu makanan favorit keluarga adalah furai atau gorengan, terutama ebi furai. Biasanya kalau saya membuat stok makanan beku saya sekaligus membuat ebi furai , chicken nugget dan hamburg/burger patties . Cuma belakangan si Aa udah mulai jarang tidur siang, jadi sudah tidak bisa lama-lama mencuri waktu membuat stok makanan lagi.

Rindu Menjahit

Belakangan ini rindu sekali belajar menjahit lagi, sayang sekali masih belum ketemu waktu yang pas. Kakak masih pulang cepat dari TK, adik juga masih harus selalu ditemenin main. Tapi karena sudah tidak tahan saya nekat memotong kain untuk membuat gaun. Sayang sekali belum selesai juga, Insya Allah nanti diapdet kalau sudah selesai. Sementara menanti momen yang pas, saya ubek-ubek lagi foto jadul pertama kali kena menjahit. Membuat perlengkapan sekolah kakak dan beberapa dress dari kain sarung bantal untuk latihan.     Melihat foto-foto ini jadi semakin ingin belajar menjahit....hikkksss.     Tas bekal, luncheon mat, dan cuttlery wallet tas jinjing sekolah TK untuk membawa buku cerita baju karung dari kain spanduk versi ikat pinggang (baseball punya suami hi3) baju karung dari kain spanduk dress anak dari bahan sarung bantal dress wanita, belajar menjahit rempel (gak tau istilah teknisnya)