Skip to main content

Kue Mangkok Gula Merah



Dapat oleh-oleh selembar gula batu dari Okinawa, yang benar-benar seperti batu saking kerasnya. Tidak bisa dipotong apalagi disisir. Akibatnya itu gula batu tidur di lemari dapur, sampai 2 tahun lamanya! Akhirnya saya menemukan resep membuat kue mangkok gula merah yang simpel dengan dan gula merahnya pas dengan banyaknya gula batu di rumah.

Langsung saya tulis disini resepnya, karena dari semua resep kue-kue yang dikukus, resep inilah yang berhasil mekar ketawa dengan sempurna! Resep asli dari sini
商品ē”»åƒ1
gula batu yang perlu direndam
semalaman sampai cair



Kue Mangkok Gula Merah 

(24 buah ukuran diameter 6cm)

Bahan:

250 gr gula merah/gula batu
250 ml air
250 gr tepung terigu diayak
50 ml minyak goreng (resep aslinya 150 ml!)
sejumput garam
1 sdt baking soda


Cara Membuat:

1. Larutkan gula dalam air
2. Tambahkan semua bahan lain, aduk hingga rata
3. Tuang ke dalam cetakan kue mangkok, boleh sampai penuh.
4. Kukus dalam dandang yang sudah mendidih selama 15-30 menit dengan api besar.
5. Jangan lupa melapisi tutup dandang dengan kain bersih.

saat keluar dari kukusan,
tersenyum merekah :)
Selamat mencoba!

Comments

  1. Belajar bikin kue ini suka galau kalu ga mekar, Mba

    ReplyDelete
    Replies
    1. aduh samaan! ini pertams kali bikin yang dikukus bisa ketawa, biasanya mingkem or mesem aja :)

      Delete
  2. Aduh Mbak, aku malah ngebayangin gula batu yang keras itu. Edun sampai 2 tahun. Wkwkwk. Euh, salah fokus yak. Tapi itu kue kesukaan saya da. Wangi gula merahnya suka, plus legitnya itu yang bikin ketagihan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. beneran keras minta ampun! selembar 250 gram, selama ini may dibikin ini itu bingung motongnys ga bisa. Iya beneran legit dan ga terlalu manis.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Youkan atau Dodol Jepang

Homemade Mizuyoukan Saat Ibu saya mengunjungi kami di Tokyo, kegembiraan beliau yang paling terasa adalah menemukan kembali makanan masa kecil. Meskipun Tokyo adalah kota metropolitan yang canggih dan gemerlap, tapi tengoklah pojok makanan tradisional mereka. Jangan kaget jika menemukan teng teng beras, opak, kue mochi, kue semprong, rambut nenek-nenek (harum manis di-sandwich semacam kerupuk renyah), kolontong ketan, gemblong dan banyak lagi. Karena saat itu musim gugur, kesemek membanjiri supermarket, Ibu saya selalu berfoto dengan gunungan buah kesukaannya di masa kecil, yang kini jarang ditemukan di negerinya sendiri. Tapi yang paling beliau sukai adalah, youkan. Beliau menyebutnya dodol. Ada banyak sekali varian youkan, tapi yang beliau sukai adalah shio youkan. Bedanya dengan dodol, kadang ada dodol yang kering, atau dodol yang agak liat. Saya sendiri suka dengan makanan tradisional Jepang, mengingatkan pada camilan kalau mudik ke Tasik saat lebaran. Masalahnya, rata-rata b...

Mak Rempong dan SIM Jepang

Buku-buku materi kursus mengemudi Alkisah, saya seorang Mak Rempong di usia 40-an dengan 3 orang anak (9 tahun, 5 tahun, dan 2 tahun) merengek meminta Me Time ala Mamah Muda kepada suami. Suami menyambut gembira, bersedia menjaga anak-anak di rumah, tapi me time yang ditawarkan adalah kursus mengemudi!

Menyepi di Pusat Ginza

  I  have come a long way. Seharusnya ada banyak tulisan yang mendahului tulisan ini, karena saya terbiasa untuk bercerita runut, semacam OCD dalam kegiatan ngeblog . Tapi tulisan ini tidak bisa menunggu. lorong yang panjang menuju cafe, diambil dari tabelog Akhirnya hari ini saya memasuki lorong itu. Sebuah lorong kecil menuju sebuah cafe yang luas, dalam sebuah gedung menghadap perempatan Ginza yang ramai. Hari Sabtu, Ginza dibebaskan dari kendaraan yang biasaya berlalu-lalang dengan sibuk. Semacam car free day di Jakarta. Dan dari sudut cafe yang menghadap jendela besar ini, saya bisa mengamati tindak tanduk para wisatawan pejalan kaki, yang asik berfoto, berdiri tercenung menatap peta di layar smartphone , atau yang berjalan mantap menuju tempat tujuannya. Mengapa Ginza? Ah, panjang sekali ceritanya. Singkatnya, Pada suatu hari saya terpikir untuk bekerja paruh waktu. Setelah berpuluh tahun berkutat dengan hobi yang melulu di rumah, saya memutuskan...