Obrolan saat saya sedang menyiapkan makan malam, suami dan anak-anak membaca buku di meja makan:
Kakak : Ooh jadi pekerjaan ayah itu profesor universitas ya?
Ayah : Bukan, Ayah cuma dosen. Biasanya pertama kali masuk jadi dosen dulu, nanti jadi Associate Professor, baru terakhir jadi Professor.
Kakak : Iya, disini ditulis nanti umur 40 tahun Ayah jadi Professor.
Ayah : Masih lama, 5 tahun lagi, lagipula banyak persyaratan lain supaya bisa jadi Professor.
Kakak : Kalau begitu duluan Ibu dong yang jadi Professor, sekarang kan udah 38 tahun! (mata berbinar)
Ibu : (langsung nimbrung) Ibu mah usia 40 tahun juga gak bisa jadi professor!
Kakak : (kecewa) Kenapa? terus kalau gak jadi professor jadi apa?
Ibu : Karena Ibu bukan dosen universitas. Usia 40 tahun Ibu ya tetap jadi Ibu, gak punya pekerjaan.
Ayah : (Buru-buru mengoreksi) Ibu itu punya pekerjaan, bekerja di rumah, mengurus Ayah, Kakak dan adik-adik
Ibu : (Balik mengoreksi) Ibu itu bukan pekerjaan. Banyak Ibu yang mengurus suami dan anak-anak tapi juga punya pekerjaan, tapi Ibu dan Ayah bersepakat Ibu tidak bekerja di luar rumah. Ibu yang bekerja anak-anaknya dititip di daycare, jadi biar Ibu tidak di rumah anak-anak tetap ada yang merawat. Kakak gimana nanti kalau udah punya anak?
Kakak : Enggak ah, aku gak mau titip anak di daycare, soalnya anter jemputnya naik bis.
(Si Kakak ini mabokan, naik mobil atau bis atau kereta bahkan shinkansen juga mabok!)
Percakapan pun terus berlanjut ke pekerjaan-pekerjaan yang tidak mengharuskan Kakak menitipkan anak di daycare, bahkan yang tidak perlu naik bis atau kereta.
=================
Beginilah sedihnya jadi Ibu Rumah Tangga tanpa menyambi pekerjaan lain. Saya bisa masa bodoh kalau pilihan saya disindiri ibu-ibu facebookers atau bahkan dinyinyiri ibu pimpinan IMF sekalipun! Saya baru sedih jika orang-orang terpenting bagi saya: suami dan anak-anak tidak merasakan manfaat saya ada di rumah mengurus mereka. Tentu saya maklum, di mata si Kakak saya hanya leyeh leyeh enak-enakan di rumah, hanya sekedar "ada" untuk dia. Bukan sekali dua kali si Kakak protes gak mau berangkat sekolah, dengan alasan enakan kayak Ibu bisa nonton TV di rumah! Hahaha!
Kembali ke pertanyaan Kakak, mau jadi apa saya nanti di usia 40 tahun? Saat Kakak masuk TK saya sebenarnya saya menargetkan untuk bisa lolos setidaknya 2 mata ujian wajib 税理士 zeirishi atau Akuntan Pajak Jepang. Saya mulai mempelajari sertifikasi bookkeeping dan lulus level 2, dan sedang berniat mengambil level 1 (kalau lulus level 1 konon sudah bisa lulus mata ujian bookkeeping dan laporan keuangan, mata ujian lain adalah memilih spesialisasi aturan pajak tertentu) ketika saya mulai melamar pekerjaan di kantor akuntan publik. Saat saya sedang sibuk kesana kemari melakukan tes interview itulah (tepatnya ketika sedang duduk menunggu Hanzomon Line) saya kemudian menyadari, saya lebih baik berada di rumah. Singkatnya saya kemudian berhenti mencari kerja dan fokus program hamil anak kedua (saya mengalami 2 kali keguguran sebelum akhirnya hamil si Aa).
Karena sekarang saya sudah hiatus belajar untuk ujian bookeeping, mustahil mencapai target tersebut, kalau tidak ditanya si kakak saya juga sudah lupa pernah punya target! Tapi tetap pertanyaan si Kakak menjadi teguran, saya sudah terlalu lama bersantai dan terlena oleh kemewahan menjadi Ibu Rumah Tangga. Sudah saatnya mulai menetapkan target baru yang lebih realistis, Insya Allah.
Kenapa si kakak tiba-tiba kepo soal pekerjaan ayah ibunya? Karena liburan musim dingin kali ini kami tidak bisa kemana-mana (bokek plus kebetulan anak-anak kena virus RS). Jadilah kami di rumah saja. Sekali ke luar rumah adalah ke toko buku karena kehabisan stok bacaan dan perpustakaan libur tahun baru. Kami memilih masing-masing buku favorit; Ayah dan Aa taqwa kompak beli buku cerita dan ensiklopedi kereta, Kakak membeli buku enskiklopedi tentang pekerjaan-pekerjaan favorit untuk anak perempuan dan Ibu cukup membeli buku petunjuk merajut karena gemes kepengen beli buku pola rajutan murah meriah di Daiso tapi gak ngerti cara bacanya!
Kakak : Ooh jadi pekerjaan ayah itu profesor universitas ya?
Ayah : Bukan, Ayah cuma dosen. Biasanya pertama kali masuk jadi dosen dulu, nanti jadi Associate Professor, baru terakhir jadi Professor.
Kakak : Iya, disini ditulis nanti umur 40 tahun Ayah jadi Professor.
Ayah : Masih lama, 5 tahun lagi, lagipula banyak persyaratan lain supaya bisa jadi Professor.
Kakak : Kalau begitu duluan Ibu dong yang jadi Professor, sekarang kan udah 38 tahun! (mata berbinar)
Ibu : (langsung nimbrung) Ibu mah usia 40 tahun juga gak bisa jadi professor!
Kakak : (kecewa) Kenapa? terus kalau gak jadi professor jadi apa?
Ibu : Karena Ibu bukan dosen universitas. Usia 40 tahun Ibu ya tetap jadi Ibu, gak punya pekerjaan.
Ayah : (Buru-buru mengoreksi) Ibu itu punya pekerjaan, bekerja di rumah, mengurus Ayah, Kakak dan adik-adik
Ibu : (Balik mengoreksi) Ibu itu bukan pekerjaan. Banyak Ibu yang mengurus suami dan anak-anak tapi juga punya pekerjaan, tapi Ibu dan Ayah bersepakat Ibu tidak bekerja di luar rumah. Ibu yang bekerja anak-anaknya dititip di daycare, jadi biar Ibu tidak di rumah anak-anak tetap ada yang merawat. Kakak gimana nanti kalau udah punya anak?
Kakak : Enggak ah, aku gak mau titip anak di daycare, soalnya anter jemputnya naik bis.
(Si Kakak ini mabokan, naik mobil atau bis atau kereta bahkan shinkansen juga mabok!)
Percakapan pun terus berlanjut ke pekerjaan-pekerjaan yang tidak mengharuskan Kakak menitipkan anak di daycare, bahkan yang tidak perlu naik bis atau kereta.
=================
Beginilah sedihnya jadi Ibu Rumah Tangga tanpa menyambi pekerjaan lain. Saya bisa masa bodoh kalau pilihan saya disindiri ibu-ibu facebookers atau bahkan dinyinyiri ibu pimpinan IMF sekalipun! Saya baru sedih jika orang-orang terpenting bagi saya: suami dan anak-anak tidak merasakan manfaat saya ada di rumah mengurus mereka. Tentu saya maklum, di mata si Kakak saya hanya leyeh leyeh enak-enakan di rumah, hanya sekedar "ada" untuk dia. Bukan sekali dua kali si Kakak protes gak mau berangkat sekolah, dengan alasan enakan kayak Ibu bisa nonton TV di rumah! Hahaha!
Kembali ke pertanyaan Kakak, mau jadi apa saya nanti di usia 40 tahun? Saat Kakak masuk TK saya sebenarnya saya menargetkan untuk bisa lolos setidaknya 2 mata ujian wajib 税理士 zeirishi atau Akuntan Pajak Jepang. Saya mulai mempelajari sertifikasi bookkeeping dan lulus level 2, dan sedang berniat mengambil level 1 (kalau lulus level 1 konon sudah bisa lulus mata ujian bookkeeping dan laporan keuangan, mata ujian lain adalah memilih spesialisasi aturan pajak tertentu) ketika saya mulai melamar pekerjaan di kantor akuntan publik. Saat saya sedang sibuk kesana kemari melakukan tes interview itulah (tepatnya ketika sedang duduk menunggu Hanzomon Line) saya kemudian menyadari, saya lebih baik berada di rumah. Singkatnya saya kemudian berhenti mencari kerja dan fokus program hamil anak kedua (saya mengalami 2 kali keguguran sebelum akhirnya hamil si Aa).
Karena sekarang saya sudah hiatus belajar untuk ujian bookeeping, mustahil mencapai target tersebut, kalau tidak ditanya si kakak saya juga sudah lupa pernah punya target! Tapi tetap pertanyaan si Kakak menjadi teguran, saya sudah terlalu lama bersantai dan terlena oleh kemewahan menjadi Ibu Rumah Tangga. Sudah saatnya mulai menetapkan target baru yang lebih realistis, Insya Allah.
Kenapa si kakak tiba-tiba kepo soal pekerjaan ayah ibunya? Karena liburan musim dingin kali ini kami tidak bisa kemana-mana (bokek plus kebetulan anak-anak kena virus RS). Jadilah kami di rumah saja. Sekali ke luar rumah adalah ke toko buku karena kehabisan stok bacaan dan perpustakaan libur tahun baru. Kami memilih masing-masing buku favorit; Ayah dan Aa taqwa kompak beli buku cerita dan ensiklopedi kereta, Kakak membeli buku enskiklopedi tentang pekerjaan-pekerjaan favorit untuk anak perempuan dan Ibu cukup membeli buku petunjuk merajut karena gemes kepengen beli buku pola rajutan murah meriah di Daiso tapi gak ngerti cara bacanya!
Buku pilihan Ibu dan Kakak |
aq nggak dong-dong kl soal merajut ...padahal bagus buat melatih biar ga pikun :P
ReplyDeleteada video turialnya kok fit, cuma baca pola itu yang gak dong :D
DeleteNice artikel. Suka dg sharing2 seperti ini.
ReplyDeleteSalam kenal, Mbak... :)
thank you! seneng kalo ada yang suka baca curhat gini. Salam kenal juga :)
DeleteNice post, Mba. Senang baca cerita Ibu-Ibu yang tinggal di luar negeri :)
ReplyDeletethank you! saya juga seneng, itung-itung ngambil pengalaman. Tapi seneng juga baca blog ibu-ibu di Indonesia, biar gak ketinggalan berita :)
Deletesugoi.. Kakak pinter deh.. :)
ReplyDeleteArigatou! makasih udah mampir yaaaa
Delete