Skip to main content

Ibu yang hebat, Ibu yang kesepian (pengantar)

gambar diambil dari shutterstock
Minggu ini saya pinjam 3 buku di perpus, 「さみしいママ」にさよなら terjemahan bebasnya kira2 "selamat tinggal ibu yang kesepian", 「ママは働いたらもっとスゴイぞ!」 terjemahan bebasnya "Ibu bekerja lebih hebat lho!" dan 「よいおもちゃとはどんなもの?」terjemahan bebasnya "seperti apa sih mainan yang baik itu?".
 
Dua buku pertama saya baca paralel, ternyata enak banget dibacanya, hampir gak bisa berhenti. Biasanya kalo saya lagi baca buku jepang, yang liat musti bingung saya ini baca buku apa baca kamus? hehehe. Kedua buku ini menggunakan kata-kata yang sederhana dan setiap bab-nya pendek-pendek berisi kalimat yang efektif. Buku ketiga baru saya scanning aja, rencananya mau saya baca pelan-pelan sambil dicatat poin pentingnya, maklum, memilih mainan mungkin bakalan jadi masalah sehari-hari yang paling banyak menyita pikiran saya nantinya.
 
Buku tentang ibu yang kesepian dan ibu yang hebat tadi awalnya saya pikir hanyalah buku model self-help books yang isinya kalimat2 untuk memotivasi atau paling tidak buku2 yang memberi simpati dan dukungan bagi ibu rumah tangga dan ibu bekerja. Tapi ternyata saya salah, buku2 ini bisa dibilang berisi saran2 sederhana dan praktis, jadi bisa langsung diterapkan atau dicoba segera setelah dibaca!
 
Kedua buku ini jauh sekali dari menggambarkan (or lebih kejam: membanding-bandingkan) Ibu rumah tangga dan Ibu Bekerja. Secara umum kedua buku ini mengambil sudut pandang bahwa menjadi Ibu Rumah Tangga yang setiap hari ada di rumah dan Ibu bekerja yang harus pontang panting antara rumah dan kantor punya kesulitan masing-masing. Nah kesulitan-kesulitan  inilah yang dibahas dan diupayakan penyelesaiannya.
 
Buku2 ini juga bisa dipandang sebagai jembatan untuk menghubungkan antara keinginan seorang ibu dengan kondisi yang sedang dihadapinya. Tidak sedikit Ibu Bekerja yang mengidamkan bisa menjadi Ibu Rumah Tangga dan mungkin banyak juga Ibu Rumah Tangga yang berkeinginan untuk bekerja dan turut menopang ekonomi keluarga (misalnya sebenernya kepingin bekerja di rumah tapi apa daya keahlian yang dimiliki hanya bisa dipakai bekerja di luar rumah). Saya sendiri sempet pengen punya hobi yang bisa dikerjakan dengan senang hati dan sekaligus menghasilkan uang...tapi ternyata tidak mudah, selain harus memiliki bakat dan kemampuan, juga perlu waktu yang tidak sebentar. Memulai dari nol juga tidak mudah, saya coba belajar merajut ototidak melalui internet. Seneng banget karena bisa buat syal, topi atau sekedar taplak kecil. Tapi bayangkan betapa menciutnya semangat saya, pas jalan-jalan ke toko 100-yen, ternyata rajutan yang sebegitu bagusnya (yang mungkin perlu waktu bertahun-tahun buat saya supaya bisa membuat yang seperti itu) diobral seharga sekitar 10 ribuan saja!
 
Nah, untuk meniti jembatan itu tentu kita memerlukan keberanian, perubahan pola pikir, dukungan, dan bahkan bantuan dari kanan kiri. Perjalanan seorang OL atau wanita karir di Jepang menjadi seorang ibu rumah tangga (kyouiku mama/ibu pendidik), menurut pengamatan saya saja siy hehehe, begitu panjang, curam dan berliku. Dari seorang wanita elegan yang berlenggak lenggok memakai stiletto, dengan polesan make-up, pakaian, tas dan perhiasan yang semuanya fashionable, bermerek dan tentunya mahal menjadi seorang ibu yang repot mengurus bayi sendirian, keluar rumah hanya untuk belanja atau ke dokter, jarang bisa kumpul2 dengan teman2, jangankan punya waktu untuk ber-make up atau memanjakan diri di estee salon, sekedar melihat2 majalah fashion saja tidak sempat!. Menjadi ibu bekerja (hataraku mama) pun sangat sulit, mengingat budaya kerja Jepang yang sangat ketat dan kaku, sementara pulang ke rumah masih harus mengerjakan urusan rumah tangga...tanpa bantuan ibu, ibu mertua, apalagi asisten rumah tangga.
 
Saya suka sekali pendekatan kedua buku ini. Baik sebagai ibu rumah tangga maupun ibu bekerja, tetap saja memutuskan menjadi ibu dengan job description "merawat dan medidik anak" itu tidak mudah dan memerlukan support. Bukannya semakin diberati dengan komentar semacam "orang terpelajar kok ilmunya cuma dipake di dapur, di sumur dan di kasur?" atau "wanita terpelajar kok menyerahkan pendidikan anak ke pembantu rumah tangga?".  Selesai mbaca buku ini saya jadi semangat eh.....semangaaadd!!!
 

Comments

  1. Menarik, Teh... jadi menanti postingan berikutnya :).

    ReplyDelete
  2. halo mba, apa kabar? makasih ya resensinya, jadi pengen baca juga nih...

    ReplyDelete
  3. Di Indonesia ada terjemahannya nggak ya, minimal bahasa Inggris law :)
    Makanya aku kadang suka bingung dengan adanya war-war-an antara perempuan yang kerja di kantor dan kerja di rumah. Sama-sama kerja, cuma beda tempat aja :D dan beda jam kerjanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. kayaknya gak ada kali ya secara ini buku2 udah tuwa,kalo ada pasti udah ada yang pernah baca. Lembaga ibu (bahasanya!) mapan banget di jepang sampai punya penerbit sendiri dan buku bukunya oke oke deh. Benaaar, harusnya saling bantu, namanya ibu dimana-mana repot kan yaaaa

      Delete
  4. Mau ibu bekerja atau kerja di rumah, sama-sama repot. Saya kalau ada war-waran gitu, cuma senyam senyum aja.

    ReplyDelete
  5. Mbak, pernah baca buku Marie kendo ga yg wanita jelang bikin buku tentang organizing segala hal di rumah.
    Nanti kalo ud baca, ceritain ya ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. belum mbak, saya cari dulu yaaaa, makasih infonya

      Delete
  6. jadi penasaran pengen baca, sayang gak ada versi terjemahannya :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. yah sementara baca cuplikan-cuplikannya di link di atas mbak. Iya harusnya banyak niy buku model-model begini buat nambah motivasi :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Youkan atau Dodol Jepang

Homemade Mizuyoukan Saat Ibu saya mengunjungi kami di Tokyo, kegembiraan beliau yang paling terasa adalah menemukan kembali makanan masa kecil. Meskipun Tokyo adalah kota metropolitan yang canggih dan gemerlap, tapi tengoklah pojok makanan tradisional mereka. Jangan kaget jika menemukan teng teng beras, opak, kue mochi, kue semprong, rambut nenek-nenek (harum manis di-sandwich semacam kerupuk renyah), kolontong ketan, gemblong dan banyak lagi. Karena saat itu musim gugur, kesemek membanjiri supermarket, Ibu saya selalu berfoto dengan gunungan buah kesukaannya di masa kecil, yang kini jarang ditemukan di negerinya sendiri. Tapi yang paling beliau sukai adalah, youkan. Beliau menyebutnya dodol. Ada banyak sekali varian youkan, tapi yang beliau sukai adalah shio youkan. Bedanya dengan dodol, kadang ada dodol yang kering, atau dodol yang agak liat. Saya sendiri suka dengan makanan tradisional Jepang, mengingatkan pada camilan kalau mudik ke Tasik saat lebaran. Masalahnya, rata-rata b

Menyurangi Resep Ebi Furai

Salah satu makanan favorit keluarga adalah furai atau gorengan, terutama ebi furai. Biasanya kalau saya membuat stok makanan beku saya sekaligus membuat ebi furai , chicken nugget dan hamburg/burger patties . Cuma belakangan si Aa udah mulai jarang tidur siang, jadi sudah tidak bisa lama-lama mencuri waktu membuat stok makanan lagi.

Rindu Menjahit

Belakangan ini rindu sekali belajar menjahit lagi, sayang sekali masih belum ketemu waktu yang pas. Kakak masih pulang cepat dari TK, adik juga masih harus selalu ditemenin main. Tapi karena sudah tidak tahan saya nekat memotong kain untuk membuat gaun. Sayang sekali belum selesai juga, Insya Allah nanti diapdet kalau sudah selesai. Sementara menanti momen yang pas, saya ubek-ubek lagi foto jadul pertama kali kena menjahit. Membuat perlengkapan sekolah kakak dan beberapa dress dari kain sarung bantal untuk latihan.     Melihat foto-foto ini jadi semakin ingin belajar menjahit....hikkksss.     Tas bekal, luncheon mat, dan cuttlery wallet tas jinjing sekolah TK untuk membawa buku cerita baju karung dari kain spanduk versi ikat pinggang (baseball punya suami hi3) baju karung dari kain spanduk dress anak dari bahan sarung bantal dress wanita, belajar menjahit rempel (gak tau istilah teknisnya)