Skip to main content

(Akhirnya) Kakak Tamat Iqra!

Buku Iqra ke-3 yang sudah berantakan saat akhirnya tamat
Alhamdulillah di tengah kerepotan mengurus baby Haqqi dan mengatasi tantrum Aa Taqwa yang hampir setiap hari, ada hal membanggakan juga yang bisa kami capai; Kakak tamat belajar Iqra!

Mengapa bangga? umur sudah 6 tahun baru bisa Iqra aja, gak tengok ya kanan kiri rata-rata sudah khatam al Quran bahkan malah hafal beberapa juz!

Karena yang saya banggakan bukan tamatnya, tapi keberhasilan kami (ibu dan anak) yang pemalas ini untuk tidak menyerah dan terus melanjutkan belajar Iqra yang sebenarnya sudah dimulai sejak Kakak berusia 2 tahun. Beberapa kali mandek lalu mengulang lagi dari awal tetapi konsisten setiap hari belajar, walaupun kadang cuma 2 kata, tidak lebih dari satu atau dua menit setiap hari. Kalau terpaksa libur maka si Kakak lupa lagi dan terpaksa harus mengulang lagi beberapa halaman ke belakang.

Perjuangan belajar iqra ini mengingatkan saya akan hadist tentang keadaan manusia menyebrangi shirathal mustaqim, ada yang melintasi dengan cepat seperti petir dan sampai ke surga dengan sekedipan mata, ada yang secepat angin, seakan terbang seperti burung, cepat seperti menunggangi kuda atau bekendaraan. Tapi ada pula yang sampai dengan berlari kencang, berlari-lari kecil, berjalan biasa, bahkan dengan merangkak! Tentu saja saya sering berkecil hati, karena mungkin tingkatan saya ada di merangkak (atau bahkan melata!), tapi semoga dengan rahmat-Mu ya Allah, sampaikanlah kami ke surga-Mu. Aamiin.

Selesai belajar Iqra, tahapan selanjutnya adalah belajar membaca Juz-Amma. Mudah-mudahan lancar membiasakan mempraktikan adab membaca Al Quran yang benar, juga membaca artinya. Walaupun sekarang kalau saya membacakan artinya si Kakak masih sering planga plongo atau sudah gak konsen karena ingin cepat selesai. Semoga kali ini kami bisa upgrade tidak dengan kecepatan merangkak lagi, aamiin.


Mulai membaca Juz Amma, disiapkan beberapa versi
takut kejadian seperti Iqra yang beberapa kali
bukunya keburu rusak sebelum tamat

Comments

  1. Alhamdulillah kakak Raika sudah khatam iqra ya.. omedettou sayaaang. Kiss kiss from tante dwi
    Selamat juga mama nyai..

    ReplyDelete
  2. bahagia ya melihat anak sudah tamat iqra.. hehe selamat ya..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Youkan atau Dodol Jepang

Homemade Mizuyoukan Saat Ibu saya mengunjungi kami di Tokyo, kegembiraan beliau yang paling terasa adalah menemukan kembali makanan masa kecil. Meskipun Tokyo adalah kota metropolitan yang canggih dan gemerlap, tapi tengoklah pojok makanan tradisional mereka. Jangan kaget jika menemukan teng teng beras, opak, kue mochi, kue semprong, rambut nenek-nenek (harum manis di-sandwich semacam kerupuk renyah), kolontong ketan, gemblong dan banyak lagi. Karena saat itu musim gugur, kesemek membanjiri supermarket, Ibu saya selalu berfoto dengan gunungan buah kesukaannya di masa kecil, yang kini jarang ditemukan di negerinya sendiri. Tapi yang paling beliau sukai adalah, youkan. Beliau menyebutnya dodol. Ada banyak sekali varian youkan, tapi yang beliau sukai adalah shio youkan. Bedanya dengan dodol, kadang ada dodol yang kering, atau dodol yang agak liat. Saya sendiri suka dengan makanan tradisional Jepang, mengingatkan pada camilan kalau mudik ke Tasik saat lebaran. Masalahnya, rata-rata b...

Mak Rempong dan SIM Jepang

Buku-buku materi kursus mengemudi Alkisah, saya seorang Mak Rempong di usia 40-an dengan 3 orang anak (9 tahun, 5 tahun, dan 2 tahun) merengek meminta Me Time ala Mamah Muda kepada suami. Suami menyambut gembira, bersedia menjaga anak-anak di rumah, tapi me time yang ditawarkan adalah kursus mengemudi!

Menyepi di Pusat Ginza

  I  have come a long way. Seharusnya ada banyak tulisan yang mendahului tulisan ini, karena saya terbiasa untuk bercerita runut, semacam OCD dalam kegiatan ngeblog . Tapi tulisan ini tidak bisa menunggu. lorong yang panjang menuju cafe, diambil dari tabelog Akhirnya hari ini saya memasuki lorong itu. Sebuah lorong kecil menuju sebuah cafe yang luas, dalam sebuah gedung menghadap perempatan Ginza yang ramai. Hari Sabtu, Ginza dibebaskan dari kendaraan yang biasaya berlalu-lalang dengan sibuk. Semacam car free day di Jakarta. Dan dari sudut cafe yang menghadap jendela besar ini, saya bisa mengamati tindak tanduk para wisatawan pejalan kaki, yang asik berfoto, berdiri tercenung menatap peta di layar smartphone , atau yang berjalan mantap menuju tempat tujuannya. Mengapa Ginza? Ah, panjang sekali ceritanya. Singkatnya, Pada suatu hari saya terpikir untuk bekerja paruh waktu. Setelah berpuluh tahun berkutat dengan hobi yang melulu di rumah, saya memutuskan...