Skip to main content

Mengenang momen-momen selama kehamilan: Penyemangat (1)

gambar hasil kompilasi dari sini dan dari sini
Ketika Hb turun terus, meski saya sudah minum pil zat besi, ditambah habis menandatangani persetujuan transfusi darah, selesai kontrol kehamilan saya merasa "down". Keluar dari RS, naik ke bis yang sudah "ngetem" di depan RS, dengan gontai berjalan menuju kursi paling belakang, mojok, siap untuk ber-mellow ria sepanjang perjalanan pulang.

 Tak lama seorang nenek duduk di sebelah saya, "wah...sudah mau melahirkan yah. sudah mulai sering capek kan? silakan", sapanya sambil membuka sekotak bitter choco. Melihat keraguan di wajah saya, "gapapa, ini rendah gula, direkomendasikan oleh dokter untuk orang tua macam saya, yang suka sering tiba-tiba lemas dan perlu energi cepat".
Tak lama seorang nenek duduk di sebelah saya, "wah...sudah mau melahirkan yah. sudah mula

Saat lain, setelah pemeriksaan USG sudah tidak bisa "menampung" image si bebi karena konon katanya terlalu besar, saya asik melamun sambil mengayun Aa Taqwa di taman. Lalu datang seorang ibu yang mengayun anaknya di ayunan sebelah, "wah besar sekali hamilnya, sudah berapa kg?" sapanya ramah. "minggu lalu masih 3.3 kg tapi minggu ini hanya dibilang besar ajah", jawab saya. Menangkap kegelisahan saya, "waah...saya juga waktu melahirkan dia (menunjuk anaknya di ayunan) beratnya 3.8kg lho, teman saya malah sampai 4 kg, tapi lancar-lancar saja padahal ya sama kayak kita-kita, kecil mungil, saya tidak sampai 2 jam di ruang bersalin".

Ternyata meski jauh dari rumah, jauh dari "pangupah apeh" orangtua saat sedang sedih dan hampir putus asa, Allah masih mengirimkan penyemangat lewat orang-orang yang tidak saya kenal di negeri asing ini. Sampai-sampai orang yang cengeng seperti saya akhirnya sanggup juga melewati kehamilan dan persalinan dengan baik, alhamdulillah.

Comments

  1. ALLAH dimana-mana :) alhamdulillah dapat penyemangat dari orang-orang yang tak terduga

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Youkan atau Dodol Jepang

Homemade Mizuyoukan Saat Ibu saya mengunjungi kami di Tokyo, kegembiraan beliau yang paling terasa adalah menemukan kembali makanan masa kecil. Meskipun Tokyo adalah kota metropolitan yang canggih dan gemerlap, tapi tengoklah pojok makanan tradisional mereka. Jangan kaget jika menemukan teng teng beras, opak, kue mochi, kue semprong, rambut nenek-nenek (harum manis di-sandwich semacam kerupuk renyah), kolontong ketan, gemblong dan banyak lagi. Karena saat itu musim gugur, kesemek membanjiri supermarket, Ibu saya selalu berfoto dengan gunungan buah kesukaannya di masa kecil, yang kini jarang ditemukan di negerinya sendiri. Tapi yang paling beliau sukai adalah, youkan. Beliau menyebutnya dodol. Ada banyak sekali varian youkan, tapi yang beliau sukai adalah shio youkan. Bedanya dengan dodol, kadang ada dodol yang kering, atau dodol yang agak liat. Saya sendiri suka dengan makanan tradisional Jepang, mengingatkan pada camilan kalau mudik ke Tasik saat lebaran. Masalahnya, rata-rata b...

Mak Rempong dan SIM Jepang

Buku-buku materi kursus mengemudi Alkisah, saya seorang Mak Rempong di usia 40-an dengan 3 orang anak (9 tahun, 5 tahun, dan 2 tahun) merengek meminta Me Time ala Mamah Muda kepada suami. Suami menyambut gembira, bersedia menjaga anak-anak di rumah, tapi me time yang ditawarkan adalah kursus mengemudi!

Menyepi di Pusat Ginza

  I  have come a long way. Seharusnya ada banyak tulisan yang mendahului tulisan ini, karena saya terbiasa untuk bercerita runut, semacam OCD dalam kegiatan ngeblog . Tapi tulisan ini tidak bisa menunggu. lorong yang panjang menuju cafe, diambil dari tabelog Akhirnya hari ini saya memasuki lorong itu. Sebuah lorong kecil menuju sebuah cafe yang luas, dalam sebuah gedung menghadap perempatan Ginza yang ramai. Hari Sabtu, Ginza dibebaskan dari kendaraan yang biasaya berlalu-lalang dengan sibuk. Semacam car free day di Jakarta. Dan dari sudut cafe yang menghadap jendela besar ini, saya bisa mengamati tindak tanduk para wisatawan pejalan kaki, yang asik berfoto, berdiri tercenung menatap peta di layar smartphone , atau yang berjalan mantap menuju tempat tujuannya. Mengapa Ginza? Ah, panjang sekali ceritanya. Singkatnya, Pada suatu hari saya terpikir untuk bekerja paruh waktu. Setelah berpuluh tahun berkutat dengan hobi yang melulu di rumah, saya memutuskan...