Sebagai seorang yang tidak dibesarkan dengan tradisi perayaan ulang tahun, rasanya kikuk membuat perayaan ulang tahun anak. Berawal dari keikutsertaan dalam kegiatan di kelompok bermain lokal, Kakak dikenalkan pada perayaan ulang tahun. Ibu-ibu dan anak sebulan sekali merayakan ulang tahun anak-anak yang lahir di bulan yang sama. Tidak ada kado, cake atau pesta, hanya bernyanyi tentang kado, cake dan pesta. Haha!
Tradisi yang kemudian dilanjutkan di taman kanak-kanak. Ada pesta dan pertunjukan sulap atau drama (yang tampil tentu saja para guru TK serba bisa), tapi tidak ada cake, hanya kudapan seperti agar-agar atau kadang donat. Biasanya ibu-ibu membuat cake ulang tahun sendiri di rumah. Dan saya, akhirnya ikut-ikutan membuat cake ulang tahun juga setiap tahun! Semakin besar, si Kakak semakin banyak tahu, dan permintaannya semakin banyak. Tahun ini kepingin roll cake isi es krim, tapi berhubung saya kurang fit akhirnya jadilah cheese cake biasa yang sering saya buat, cukup ditambah strawberry (yang banyak!) dan hiasan ucapan ulang tahun alakadarnya. Parahnya, ada juga permintaan ayam panggang dan juga hiasan rumah, berikut tamu undangan. Ayam panggang bolehlah, lainnya yang ribet-ribet tentu saja saya tolak mentah-mentah.
Saya tidak keberatan dengan keribetan perayaan ulang tahun, asal sebanding dengan manfaatnya. Toh hari kelahiran anak merupakan hari bahagia, yang memang kalau tidak disediakan momen khusus mensyukurinya, bisa-bisa kelupaan karena tertutup memori sampah kenakalan anak dan kerepotan urusan rumah tangga sehari-hari. Lagipula, dengan ulang tahun setiap tahun, anak-anak menyadari usianya bertambah, semakin mendekati kedewasaan, semakin mengerti ada banyak hal yang harus sudah dapat dia kerjakan sesuai umurnya. Istilah kerennya, age appropriate skills.
Kalau dihubung-hubungkan dengan teori akuntansi (maklum saya adalah akuntan di masa lalu), asumsi sebuah perusahaan akan berlangsung selama-lamanya (going concern), dan untuk menunjukkan kinerja perusahaan tersebut dibandingkan dengan perusahaan lain, atau dibandingkan dengan kinerjanya di masa lampau, maka "usia" perusahaan dibagi kedalam unit waktu yang lebih pendek, biasa disebut accounting period yang biasanya 1 tahun. Bisa dimulai dari tanggal berapa saja, yang penting satu tahun.
Nah, untuk usia kita sebagai manusia yang mulai berjalan sejak kita dilahirkan, mungkin saat ulang tahun adalah salah satu pilihan. Terutama untuk anak-anak, perayaan yang kasat mata, lebih terasa gaungnya dan membekas di hatinya. Saya sendiri secara tidak sadar menemukan manfaatnya menjadikan usia anak untuk membuat timeline agar pencapaian pengasuhan dan pendidikan lebih terfokus. Trik ini juga mungkin yang digunakan para orang tua di masa lalu, buktinya ada tradisi sichi go san (perayaan usia 3, 5 dan 7 tahun), seijinshiki (perayaan usia 20 tahun, usia yang dianggap sudah dewasa), kanreki (perayaan usia 60 tahun, saat menjelang masa pensiun) dan lain-lain di Jepang. Jangan lupa, dalam islam juga disebutkan usia penting 7 tahun saat anak sudah harus mulai latihan shalat, lalu usia 10 tahun saat anak harus sudah diperintahkan shalat lima waktu. Satu perbedaan saja, ukuran dewasa dalam islam bukan usia, melainkan tanda-tanda biologis aqil baligh (mulai menstruasi pada anak perempuan, dan "mimpi basah" kematangan sperma pada anak laki-laki) selain tentunya harus waras (tidak dalam kondisi hilang ingatan, tidak sadar, atau tidur).
Titik awal seseorang menjadi dewasa, lengkap dengan dimulainya pembebanan kewajiban dan keharusannya patuh terhadap hukum dan menjalani konsekuensi akibat pelanggaran yang dilakukan, sangat penting. Saya ingat ketika membaca tulisan barat tentang salah satu kelemahan syariat islam adalah, katanya, batas usia "dewasa" dalam syariat yang terkesan kabur. Saya sempat tercenung, saya tidak pernah merasa batas itu kabur, tapi memang tidak ditetapkan dengan angka, jadi maklum kalau orang dari latar budaya berbeda mungkin menginginkan batasan yang lebih "jelas". Pernah menjelaskan masalah "dewasa" menurut islam ini kepada ibu-ibu teman main di grup anak-anak. Mereka melihat si Kakak yang masih balita kebetulan hari itu meminta mengenakan jilbab, dan mereka terkejut karena anak kecil juga dikenakan jilbab. "Memangnya sudah harus mengenakan jilbab? sejak usia berapa tahun harus berjilbab?", tanya mereka. Saya tentu saja secara spontan menjawab kewajiban dimulai saat ia dewasa, dengan tanda-tanda biologis tadi. Di luar dugaan, mereka manggut-manggut dan kelihatan puas dengan jawabannya. "Benar juga ya, kalau sudah dewasa, bisa menghasilkan anak-anak generasi penerus ya artinya mereka sudah harus bisa bersikap dewasa". Syukurlah.....
Satu lagi yang saya tidak keberatan menyediakannya dalam perayaan ulang tahun: Kado alias Hadiah. Biasanya mainan yang harganya lumayan (anggaran saya jangan sampai lebih dari 500 ribu rupiah). Tahun ini hadiah yang diminta adalah oven mainan, diputuskan sehari menjelang perayaan setelah berbulan-bulan Kakak bimbang antara unicycle (sepeda roda satu), Licca-chan (Barbie-nya Jepang) atau Scooter (bukan sepeda motor lho...itu lho yang seperti skateboard tapi kecil dan ada pegangannya hihi). Orang Jepang hanya membelikan mainan anak pada dua kesempatan; Hari Ulang Tahun dan Hari Natal. Saya? cukup hari ulang tahun saja. Lumayan efektif untuk membiasakan anak tidak meminta mainan seenaknya, juga membuat mereka berpikir keras hadiah mainan seperti apa yang harus dipilih, karena kesempatan datang hanya sekali dua kali saja! Plus, karena hadiah istimewa maka pasti mereka perlakukan istimewa, dipelihara dengan baik supaya tidak lekas rusak dan menjadi sampah. Tapi saya masih punya kelonggaran satu kesempatan lagi, mungkin saat Idul Fitri, tapi itu nanti kalau Kakak sudah mulai puasa full dan meningkat aktivitas Ramadhan-nya, aamiin.
Cukuplah saya bercerita tentang perayaan ulang tahun, mari menikmati (foto) potongan kue ulang tahun Kakak, mohon doanya semoga diberi usia dan kesehatan yang barokah, aamiin.
Tradisi yang kemudian dilanjutkan di taman kanak-kanak. Ada pesta dan pertunjukan sulap atau drama (yang tampil tentu saja para guru TK serba bisa), tapi tidak ada cake, hanya kudapan seperti agar-agar atau kadang donat. Biasanya ibu-ibu membuat cake ulang tahun sendiri di rumah. Dan saya, akhirnya ikut-ikutan membuat cake ulang tahun juga setiap tahun! Semakin besar, si Kakak semakin banyak tahu, dan permintaannya semakin banyak. Tahun ini kepingin roll cake isi es krim, tapi berhubung saya kurang fit akhirnya jadilah cheese cake biasa yang sering saya buat, cukup ditambah strawberry (yang banyak!) dan hiasan ucapan ulang tahun alakadarnya. Parahnya, ada juga permintaan ayam panggang dan juga hiasan rumah, berikut tamu undangan. Ayam panggang bolehlah, lainnya yang ribet-ribet tentu saja saya tolak mentah-mentah.
Saya tidak keberatan dengan keribetan perayaan ulang tahun, asal sebanding dengan manfaatnya. Toh hari kelahiran anak merupakan hari bahagia, yang memang kalau tidak disediakan momen khusus mensyukurinya, bisa-bisa kelupaan karena tertutup memori sampah kenakalan anak dan kerepotan urusan rumah tangga sehari-hari. Lagipula, dengan ulang tahun setiap tahun, anak-anak menyadari usianya bertambah, semakin mendekati kedewasaan, semakin mengerti ada banyak hal yang harus sudah dapat dia kerjakan sesuai umurnya. Istilah kerennya, age appropriate skills.
Kalau dihubung-hubungkan dengan teori akuntansi (maklum saya adalah akuntan di masa lalu), asumsi sebuah perusahaan akan berlangsung selama-lamanya (going concern), dan untuk menunjukkan kinerja perusahaan tersebut dibandingkan dengan perusahaan lain, atau dibandingkan dengan kinerjanya di masa lampau, maka "usia" perusahaan dibagi kedalam unit waktu yang lebih pendek, biasa disebut accounting period yang biasanya 1 tahun. Bisa dimulai dari tanggal berapa saja, yang penting satu tahun.
Nah, untuk usia kita sebagai manusia yang mulai berjalan sejak kita dilahirkan, mungkin saat ulang tahun adalah salah satu pilihan. Terutama untuk anak-anak, perayaan yang kasat mata, lebih terasa gaungnya dan membekas di hatinya. Saya sendiri secara tidak sadar menemukan manfaatnya menjadikan usia anak untuk membuat timeline agar pencapaian pengasuhan dan pendidikan lebih terfokus. Trik ini juga mungkin yang digunakan para orang tua di masa lalu, buktinya ada tradisi sichi go san (perayaan usia 3, 5 dan 7 tahun), seijinshiki (perayaan usia 20 tahun, usia yang dianggap sudah dewasa), kanreki (perayaan usia 60 tahun, saat menjelang masa pensiun) dan lain-lain di Jepang. Jangan lupa, dalam islam juga disebutkan usia penting 7 tahun saat anak sudah harus mulai latihan shalat, lalu usia 10 tahun saat anak harus sudah diperintahkan shalat lima waktu. Satu perbedaan saja, ukuran dewasa dalam islam bukan usia, melainkan tanda-tanda biologis aqil baligh (mulai menstruasi pada anak perempuan, dan "mimpi basah" kematangan sperma pada anak laki-laki) selain tentunya harus waras (tidak dalam kondisi hilang ingatan, tidak sadar, atau tidur).
Titik awal seseorang menjadi dewasa, lengkap dengan dimulainya pembebanan kewajiban dan keharusannya patuh terhadap hukum dan menjalani konsekuensi akibat pelanggaran yang dilakukan, sangat penting. Saya ingat ketika membaca tulisan barat tentang salah satu kelemahan syariat islam adalah, katanya, batas usia "dewasa" dalam syariat yang terkesan kabur. Saya sempat tercenung, saya tidak pernah merasa batas itu kabur, tapi memang tidak ditetapkan dengan angka, jadi maklum kalau orang dari latar budaya berbeda mungkin menginginkan batasan yang lebih "jelas". Pernah menjelaskan masalah "dewasa" menurut islam ini kepada ibu-ibu teman main di grup anak-anak. Mereka melihat si Kakak yang masih balita kebetulan hari itu meminta mengenakan jilbab, dan mereka terkejut karena anak kecil juga dikenakan jilbab. "Memangnya sudah harus mengenakan jilbab? sejak usia berapa tahun harus berjilbab?", tanya mereka. Saya tentu saja secara spontan menjawab kewajiban dimulai saat ia dewasa, dengan tanda-tanda biologis tadi. Di luar dugaan, mereka manggut-manggut dan kelihatan puas dengan jawabannya. "Benar juga ya, kalau sudah dewasa, bisa menghasilkan anak-anak generasi penerus ya artinya mereka sudah harus bisa bersikap dewasa". Syukurlah.....
Satu lagi yang saya tidak keberatan menyediakannya dalam perayaan ulang tahun: Kado alias Hadiah. Biasanya mainan yang harganya lumayan (anggaran saya jangan sampai lebih dari 500 ribu rupiah). Tahun ini hadiah yang diminta adalah oven mainan, diputuskan sehari menjelang perayaan setelah berbulan-bulan Kakak bimbang antara unicycle (sepeda roda satu), Licca-chan (Barbie-nya Jepang) atau Scooter (bukan sepeda motor lho...itu lho yang seperti skateboard tapi kecil dan ada pegangannya hihi). Orang Jepang hanya membelikan mainan anak pada dua kesempatan; Hari Ulang Tahun dan Hari Natal. Saya? cukup hari ulang tahun saja. Lumayan efektif untuk membiasakan anak tidak meminta mainan seenaknya, juga membuat mereka berpikir keras hadiah mainan seperti apa yang harus dipilih, karena kesempatan datang hanya sekali dua kali saja! Plus, karena hadiah istimewa maka pasti mereka perlakukan istimewa, dipelihara dengan baik supaya tidak lekas rusak dan menjadi sampah. Tapi saya masih punya kelonggaran satu kesempatan lagi, mungkin saat Idul Fitri, tapi itu nanti kalau Kakak sudah mulai puasa full dan meningkat aktivitas Ramadhan-nya, aamiin.
Cukuplah saya bercerita tentang perayaan ulang tahun, mari menikmati (foto) potongan kue ulang tahun Kakak, mohon doanya semoga diberi usia dan kesehatan yang barokah, aamiin.
Silakan lihat resep cheesecake disini |
Comments
Post a Comment