Suami saya, jarang sekali masuk dapur untuk memasak. Tapi minggu lalu, suami memasakkan kami makan malam. Ada apakah gerangan?
Para Suami dan Pekerjaan Rumah Tangga
Ceritanya, suami saya baru saja ikut acara bounennkai, 忘年会, acara kumpul-kumpul akhir tahun untuk beramah-tamah melupakan hal-hal yang kurang mengenakkan selama setahun beraktivitas bersama. Biasanya bounenkai adalah bagian dari kegiatan di perusahaan, tapi bisa juga diadakan klub olahraga, tempat les, atau bahkan hanya teman se-geng. Nah, suami saya menghadiri bounenkai klub Baseball tempat dia juga melatih anak-anak SD di lingkungan rumah kami.
Nah, dalam acara bounenkai yang biasanya bersuasana santai dan cair (biasanya disediakan sake dan minuman keras, sehingga menjadi alasan suasana lepas dari pakem sosial Jepang yang cukup ketat). Topik pembicaraan pun tidak hanya urusan pekerjaan atau hal-hal yang baku dibicarakan sebagai basi-basi. Topik yang paling diingat suami adalah cerita teman-teman sesama pelatih baseball tentang kegiatan mereka di rumah, terutama urusan pekerjaan rumah tangga.
Seorang pelatih yang cukup senior, sesumbar bahwa masakannya lebih enak dari masakan istrinya. Jadi, kalau giliran dia yang memasak, maka anak-anak akan bersorak-sorai bergembira karena akan makan enak. Begitu juga cerita tentang seorang pelatih lain, yang seangkatan suami, bercerita kalau soal mengurus cucian di rumah, dia tidak bisa mempercayakan kepada istrinya karena hasilnya kurang rapi dibanding kalau dia mencuci sendiri!
Mengapa suami sampai begitu terkesan dengan sesumbar rekan-rekannya? Yaa….karena suami saya tidak pernah menyentuh pekerjaan rumah tangga! Mengapa? Karena tidak bisa?
Saya dan Pekerjaan Rumah Tangga
Bukan tidak bisa. Suami saya sudah tinggal sendiri jauh dari orangtua sejak kuliah. Pun pernah kuliah bertahun-tahun di Kanada. Artinya suami saya bisa sekedar mengurus diri sendiri, memasak, mencuci dan membersihkan tempat tinggalnya.
Suami saya hanya “lupa” cara mengerjakan pekerjaan rumah tangga setelah menikah. Karena saya mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga sendiri. Mengapa?
Ya…karena saya tidak bekerja di luar rumah. Jadi daripada bengong di rumah, apalagi suami kerja pergi pagi pulang malam, tidak ada waktu untuk mengurus urusan rumah tangga.
Tapi sebenarnya ada dua alasan mengapa saya yang berperan penuh dalam urusan pekerjaan rumah tangga. Pertama, saya punya standar dan tata laksana sendiri (cieee….bahasanya!) dalam pengerjaan urusan rumah tangga, yang paling efisien dan efektif! Kedua, Urusan rumah tangga, khususnya memasak adalah kegemaran saya, dan saya amat menikmatinya. Setidaknya sebelum saya disibukkan dengan urusan anak-anak yang ternyata lebih menyita perhatian. Ditambah sekarang saya mulai banyak berkegiatan di luar rumah, kadang kala aktivitas memasak terasa sebagai hiburan.
Selain itu, bisa dikatakan pekerjaan rumah tangga adalah “Kartu As” bagi saya. Terinspirasi dari sebuah cerpen yang saya baca, tentang seorang istri yang berbakti sekali kepada suaminya, berhasil mempecundangi sang suami yang doyan daun muda dengan membuatnya bergantung seratus persen pada pelayanannya untuk hidup. Akibatnya, saat sang istri menceraikannya dan suami menikah dengan selingkuhannya yang seusia anaknya, mati kutulah dia karena istri baru tidak mengurusinya dan dia tidak becus mengurus dirinya sendiri! Sebegitunya ya....
Ketika Suami Ingin Masak Sendiri
Kembali ke urusan pekerjaan rumah tangga, khususnya memasak, Dapur buat saya adalah sebuah singgasana yang sudah ditata sedemikian rupa untuk memudahkan pekerjaan saya sebagai Ratu Pemasak. Jadi, saya tidak senang kalau penataan diganti seenaknya oleh orang lain, apalagi kalau sedapur-dapurnya diambil alih orang lain! Bahkan ketika saya habis melahirkan dan Ibu Mertua datang untuk membantu, saya memperbolehkan beliau mengerjakan pekerjaan rumah apa saja selain masuk dapur dan memasak!
Jadi, ketika suami saya tiba-tiba mengumumkan “Hari ini Ayah yang masak makan malam, loh!”, tidak ada reaksi bersorak sorai dari anak-anak maupun istrinya.
Tapi, karena saya tahu motivasi suami yang tidak ingin “kalah” dari rekan-rekan suami lainnya yang terampil dalam urusan rumah tangga, bolehlah saya ikut mendukungnya. Saya juga kebetulan sedang kecapekan juga. Jadilah saya memasang senyum manis dan menjanjikan memijatnya jika nanti capek berjibaku di dapur. Setelah makan malam pun, saya bisa jalan santai mengitari komplek, tidak usah repot dengan dapur yang berantakan dan cucian piring yang menumpuk. Not bad, kan?
Nah, apa yang dimasak suami malam ini?
Oyakodon 親子丼. Oya 親 artinya orangtua, ko 子 artinya anak, dan don 丼 adalah mangkuk nasi. Jadi Oyakodon adalah masakan berupa nasi dengan topping telur dan daging ayam. Kenapa disebut oyako, 親子, atau orangtua dan anak, ya karena yang dimasak ayam dan telurnya!
Oyakodon alias chicken&egg Bowl |
Berikut resep Oyakodon ala suami:
Bahan :
2 batang daun bawang (bawang yang bagian putihnya banyak)
2 lembar daging ayam fillet tanpa tulang, bagian paha
6 butir telur
10 cm kombu/rumput laut kering untuk membuat kaldu (boleh di-skip jika tidak ada)
200 ml air
3 sdm shoyu
1 sdm gula pasir
Cara Membuat :
Kocok lepas telur, sisihkan
Rendam kombu dalam 200 ml air selama 15 menit
Panaskan panci, masukkan kombu dan air rendamannya
Masukkan batang daun bawang yang sudah diiris serong, aduk hingga layu
Masukkan daging ayang yang sudah dipotong memanjang, kira-kira 2 cm. Biarkan hingga mendidih, jika berbuih putih, buang buihnya.
Masukkan shoyu dan gula pasir.
Tutup dan kecilkan api, masak hingga ayam matang.
Terakhir, tuang kocokan telur merata menutupi permukaan panci, tunggu sampai telur matang.
Angkat, tuang ke atas nasi hangat.
Taburi dengan bubuk cabe jika suka.
Mudah bukan! Sedap dimakan hangat di cuaca musim dingin seperti sekarang.
Comments
Post a Comment