Skip to main content

Hidup Sehat dengan Makanan Fermentasi (1)

Pandemi Corona meninggalkan banyak duka, bahkan mungkin luka batin berupa trauma. Tapi tidak dapat dipungkiri, banyak hikmah yang kita petik dari masa-masa berat itu. Hikmah terbesar bagi kami sekeluarga adalah upaya untuk hidup sehat dengan menaikkan imunitas, salah satunya dengan mengkonsumsi makanan ber-probiotik tinggi pada makanan hasil fermentasi.

Sebelum pandemi pun saya sudah mulai memperhatikan unsur probiotik ini. Di Jepang, kalau saya ke dokter karena gangguan pencernaan, jarang sekali dokter meresepkan obat-obatan untuk menyembuhkan atau menghilangkan gejala. Biasanya saya pulang dengan suplemen probiotik saja. Apalagi kalau memang harus minum antibiotik, probiotik akan diberikan sebagai pendamping.

Probiotik dan Manfaatnya 

Probiotik adalah organisme hidup (umumnya jenis Bifidobacterium dan Lactobacillus) yang terkandung dalam jenis makanan tertentu, biasanya makanan yang di-fermentasi. Menurut artikel ini, setidaknya ada 8 manfaat probiotik untuk tubuh:

  1. Menyeimbangkan bakteria baik dalam sistem pencernaan.
  2. Mengobati dan mencegah diare
  3. Memperbaiki kondisi kesehatan mental
  4. Jenis probiotik tertentu dapat menjaga kesehatan jantung
  5. Mengurangi reaksi alergi dan eczema
  6. Meredakan gangguan pencernaan
  7. Menaikkan imunitas
  8. Menurunkan berat badan dan lemak perut

Makanan Fermentasi sebagai Sumber Probiotik

Fermentasi menurut artikel ini adalah teknik penyimpanan makanan yang sudah ada dari masa lalu, sejak sebelum lemari es digunakan seperti sekarang. Proses fermentasi melibatkan bakteria, ragi, atau jamur yang membantu memecah senyawa, misalnya gula dan pati, menjadi alkohol atau asam. Proses ini membantu bahan makanan menjadi tahan lama secara alamiah, selain memperbaiki tekstur makanan, dan mengubah rasa makanan menjadi agak asin atau sedikit asam. 

Ada dua jenis fermentasi; 

  1. Fermentasi spontan, yaitu fermentasi yang terjadi secara langsung karena mikrobiologi yang terdapat dalam bahan makanan itu sendiri. Misalnya seperti yang terjadi dalam fermentasi kimchi, acar dan sejenisnya.
  2. Fermentasi yang memerlukan starter, atau biang/ragi khusus. Misalnya seperti yang terjadi pada fermentasi tempe, roti sourdough, yoghurt dan lain-lain. 

Fermentasi dan Gaya Hidup Slow-life

Di masa pandemi, bisa dibilang makanan fermentasi menjadi booming,  karena pandemi yang identik dengan karantina, isolasi, dan stay home safe life, kita menjadi punya lebih banyak waktu di rumah. Banyak keluarga yang mulai membuat sendiri makanan fermentasi di rumah. Apalagi di Jepang, selain disarankan bermasker, tidak keluar rumah, dan rajin cuci tangan, kami juga disarankan tidak sering berbelanja. Jadi sudah pasti kita belanja sekalian dan menyetok bahan makanan. 

Nah, menyetok bahan makanan sudah pasti memerlukan tempat, masa iya harus ganti kulkas? Lagipula, tidak semua bahan makanan tetap bermutu baik disimpan lama di kulkas, misalnya sayuran dan buah-buahan. Belum lagi, akibat banyak orang belanja dalam jumlah besar bulk buying, meskipun tidak ada panic buying, tetap saja ada produk-produk tertentu yang menjadi langka. Misalnya produk Dairy seperti yoghurt dan susu segar, juga tepung terigu dan produk yang menggunakan tepung terigu seperti roti tawar. Padahal kami serumah dengan 3 anak yang sedang bertumbuh, roti dan susu adalah sarapan pagi paling praktis dan diperlukan setiap hari.

Nah, saat itulah saya mulai membuat makanan fermentasi, terutama sayuran. Saya membuat beberapa macam prep food dari sayuran yang saya beli sekalian. Dimulai dari sayuran segar yang disiapkan untuk salad, lalu sayuran yang direbus, kemudian sayuran yang dibuat acar, dan terakhir sayuran yang difermentasi. Sayuran yang saya beli bisa digunakan hingga satu mingguan. 

Untuk roti, saya akhirnya membeli tepung terigu dalam jumlah besar, tidak tanggung-tanggung saya membeli 2 karung tepung terigu ukuran 25 kg. Sayangnya, setelah saya beli banyak tepung, ternyata ragi juga menghilang dari pasaran! akhirnya saya memutuskan untuk mulai membuat roti dengan ragi sendiri, alias sourdough bread!

Makanan Fermentasi ala Rumahan

Bagaimana saya bisa membuat perencanaan menu dengan makanan fermentasi, dan tentu saja bagaimana saya bisa menentukan makanan fermentasi apa saja yang saya buat seperti di atas? Saya berpegang pada buku-buku tentang makanan fermentasi juga ternyata banyak tersedia.

Langkah pertama, saya mulai mencari inspirasi  bahan makanan fermentasi yang cocok untuk keluarga, terutama yang berfungsi untuk mengawetkan sayur mayur yang saya beli sekaligus, produk dairy yang sering kosongdan membuat roti tawar sendiri karena sering menghilang dari pasaran.

Langkah kedua,  Sayuran ada yang direbus lalu dibekukan, atau dibuat acar, saya juga mulai membuat nukaduke (sayuran mentah difermentasi menggunakan dedak), roti sourdough, dan Homemade Yoghurt.

Nukaduke adalah semacam acar, biasanya berisi sayuran yang disimpan dalam Nukadoko yaitu campuran dedak, air matang, garam, dan kaldu umami khas Jepang seperti kombu (rumput laut kering), katsuo (kaldu ikan cakalang), dan niboshi (ikan kering). Biasanya hasil akhirnya dijual juga di supermarket, berupa sayuran yang masih terbalut dedak, perlu dicuci dahulu lalu dipotong-potong untuk disajikan.

Roti Sourdough yang saya buat menggunakan metode sourdough solid (resep sourdough yang beredar rata-rata likuid) ala Italia yang disebut Pasta Madre

Saya hanya mencampur tepung terigu protein tinggi dengan air, gula, dan yoghurt, lalu mendiamkan hingga probiotik berkembang. Baru kemudian "diberi makan" hingga mengembang dan stabil. Setelah stabil baru saya mengambil sebagian pasta madre dapat digunakan sebagai ragi roti, sehingga saya tidak memerlukan ragi instan lagi. Pasta madre yang tersisa saya tambahi tepung dan air lagi hingga sesuai dengan jumlah yang diperlukan saat saya membuat roti berikutnya. Pasta Madre ini sangat mudah untuk dirawat, dan tidak perlu mubazir membuangi kelebihannya jika kebetulan kita tidak dapat membuat roti sesuai jadwal, cukup ambil pasta madre yang tersisa dan bekukan, lalu dikeluarkan saat dibutuhkan. 

Homemade Yoghurt yang saya buat adalah versi pembuatan yoghurt yang termudah. Tidak perlu alat pemanas khusus, dan tidak perlu biang/ragi khusus karena menggunakan sebagian dari yoghurt yang dijual bebas. 

Langkah ketiga, adalah merawat biang probiotik dengan sebaik-baiknya. Misalnya untuk nukadoko, saya harus mengaduk dengan tangan setiap hari. Demikian juga dengan pasta madre dan biang yoghurt. Pasta madre diusakan jangan sampai terlalu mengembang lalu kolaps yang menandakan probiotik telah mati. Begitu juga dengan yoghurt harus diperhatikan perubahan bau dan warnanya, sebagai usaha menghindari kemungkinan masuknya bakteri yang tidak diinginkan.

Resep Homemade Yoghurt

Berikut adalah resep homemade yoghurt yang saya gunakan. Resep Nukaduke dan Sourdough mudah-mudahan akan menyusul kemudian.

Tidak semua jenis yoghurt yang dijual di pasaran bisa dijadian biang dengan menggunakan metode ini, karena membutuhkan suhu yang lebih tinggi dan harus terus-menerus dipertahakan suhunya. Jenis Caspian Yoghurt adalah jenis yang saya rekomendasikan, ya.

Cukup mencampur 500 ml susu yang sudah dipanaskan hingga 30 derajat celcius, lalu dicampur dengan 50 gr yoghurt yang dijual bebas (saya menggunakan Caspian Yoghurt yang tidak terlalu asam), lalu diamkan hingga mengental. Perlu waktu sekitar 4 hingga 5 jam. Dari yoghurt yang dihasilkan saya ambil lagi 50 gr untuk dijadikan biang saat pembuatan yoghurt batch berikutnya.

resep-yoghurt-homemade

Selamat mencoba!

Risiko Makanan Fermentasi Rumahan

Meski makanan fermentasi memiliki banyak manfaat, tetap saja ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuatnya. Salah satunya adalah risiko masuknya bakteria tidak baik ke dalam biang yang kita gunakan.

Biasakan memperhatikan perubahan makanan yang sedang kita fermentasi, apabila ada perubahan warna, bau, atau tekstur yang tidak seperti biasanya, hentikan penggunaan biang yang kita gunakan, dan berani memulai lagi dari awal. 

Comments

Popular posts from this blog

Youkan atau Dodol Jepang

Homemade Mizuyoukan Saat Ibu saya mengunjungi kami di Tokyo, kegembiraan beliau yang paling terasa adalah menemukan kembali makanan masa kecil. Meskipun Tokyo adalah kota metropolitan yang canggih dan gemerlap, tapi tengoklah pojok makanan tradisional mereka. Jangan kaget jika menemukan teng teng beras, opak, kue mochi, kue semprong, rambut nenek-nenek (harum manis di-sandwich semacam kerupuk renyah), kolontong ketan, gemblong dan banyak lagi. Karena saat itu musim gugur, kesemek membanjiri supermarket, Ibu saya selalu berfoto dengan gunungan buah kesukaannya di masa kecil, yang kini jarang ditemukan di negerinya sendiri. Tapi yang paling beliau sukai adalah, youkan. Beliau menyebutnya dodol. Ada banyak sekali varian youkan, tapi yang beliau sukai adalah shio youkan. Bedanya dengan dodol, kadang ada dodol yang kering, atau dodol yang agak liat. Saya sendiri suka dengan makanan tradisional Jepang, mengingatkan pada camilan kalau mudik ke Tasik saat lebaran. Masalahnya, rata-rata b

Menyurangi Resep Ebi Furai

Salah satu makanan favorit keluarga adalah furai atau gorengan, terutama ebi furai. Biasanya kalau saya membuat stok makanan beku saya sekaligus membuat ebi furai , chicken nugget dan hamburg/burger patties . Cuma belakangan si Aa udah mulai jarang tidur siang, jadi sudah tidak bisa lama-lama mencuri waktu membuat stok makanan lagi.

Cerita Kelahiran Raika

Alhamdulillah....akhirnya saya menjadi ibu juga. Si neng lahir hari Jumat 5 Desember 2008, Berat Lahir 3.512kg Panjang Badan 51 cm, dan kami namai RAIKA 来香 . Sayang sekali proses kelahirannya tidak mendapatkan liputan yang layak