Kehamilan ketiga ini merupakan "surprise", bahkan teman saya sempat meledek, "unexpected yaaa!". Yah, buat saya memang unexpected, tapi tidak buat suami saya yang kepengen punya 5 anak (yaaah bukan dia yang hamil dan melahirkan siy hi3). Jangan salah, saya sendiri berasal dari keluarga besar, 5 bersaudara! saya senang punya banyak anak, sayang sekali buat saya proses kehamilan dan persalinan yang melelahkan membuat saya sering ketakutan sendiri. Bagaimana jika di kehamilan kali ini saya tidak bisa "survive"? bagaimana jika anak-anak harus menjadi piatu? bukankah tugas saya bukan hanya melahirkan tapi juga membesarkan anak-anak? semakin mendekati hari perkiraan lahir saya semakin sering memandangi wajah anak-anak, memeluk mereka lebih sering karena takut kesempatan saya bersama mereka tinggal sebentar saja dan mewanti-wanti suami supaya hati-hati pilih istri baru nantinya.
Lebay??? iya lebay banget! Tapi bukan hanya saya yang lebay, dokter-dokter di RS juga lebay. Karena saya melahirkan di RS yang sama, dokter yang memegang sejarah persalinan saya terdahulu dari awal sudah mengingatkan bahwa persalinan saya nanti berisiko tinggi, karena 2 kali persalinan selalu pendarahan sekitar 1500 cc. Selama pemeriksaan trimester 1 dan 2 saya selalu bertemu dengan dokter-dokter yang bicara risiko, sampai ketika saya pindah periksa hari Jumat dan mendapat dokter baru yang super pede. Dengan suara menggelegar beliau bilang, "jangan khawatir Bu, masak udah dua kali melahirkan susah banget begitu yang ketiga harus susah juga? santai aja lah!". Sayangnya saya hanya beberapa kali "kebagian" jatah diperiksa sang dokter, selebihnya saya diperiksa dokter lain yang ribut sekali tentang BB yang naik banyak, belum lagi saya anemia dan harus minum obat. Karena khawatir pendarahan lagi saat melahirkan saya juga diminta membuat persetujuan transfusi darah. Sebenarnya kalau saya tidak anemia saya bisa "menyetor" darah sendiri untuk digunakan jika dibutuhkan.
Dan ternyata sang dokter optimis itu lah yang benar. Persalinan Haqqi sangat sempurna, menurut saya. Setelah saya dinyataan bukaan 2 cm di minggu ke 36, tepat hari perkiraan lahir 10 Juni 2015 (full term-minggu ke 40) saya merasakan kontraksi teratur dan masuk RS. Bukaan sudah maju ke 3cm tapi sayang setelah dimonitor ternyata kontraksinya melambat dan saya disuruh pulang ke rumah. Besoknya porsi jalan kaki saya tambah, saya sempatkan berkeliling kampus dekat rumah sampai 3 putaran sebelum pergi belanja ke supermarket. Besoknya lagi, Jumat 12 Juni 2015 adalah hari pemeriksaan ke RS. Sebelum diperiksa dokter saya harus NST dulu, dan menurut perawat saya sudah kontraksi 10 menit sekali tapi saya belum merasa sakit. Lanjut periksa dokter, ternyata sudah bukaan 4 tapi karena belum terasa sakit, akhirnya saya pulang ke rumah.
Saat dalam perjalanan di dalam bis itulah saya mulai merasa sakit kontraksi teratur, bahkan sempat khawatir kalau pas turun dari bis pas datang kontraksi, takutnya orang-orang panik terus dipanggilin ambulance! turun dari bis sempet mampir Gyomu super, karena rasa-rasanya saya pernah lihat cheesecake halal dijual disitu. Sejak beberapa hari terakhir saya ngidam banget makan cake, tapi gak kuat bikin karena geraaah, gak pengen nyalain oven. Setelah muter-muter nyari sambil cengar cengir nahan sakit akhirnya menyerah pulang ke rumah dengan tangan hampa. Lalu makan siang dan menelepon ke rumah sakit, siap masuk RS tapi nanti berangkatnya jam 3 sore aja karena nunggu si Kakak pulang sekolah. Begitu si Kakak pulang langsung pamitan dan berangkat ke RS naik taxi.
Sampe RS, masih harus masuk lewat poli kebidanan, jadi deh periksa dalem lagi (hadeh! padahal kan tadi pagi udah bu Dokterrrr!). Ternyata udah bukaan 6, jadi deh langsung diangkut perawat pake kursi roda ke ruang bersalin (langsung tanpa mampir dulu di ruang kontraksi seperti biasanya), sementara suami diminta mengurus administrasi RS. Di ruang bersalin perawat, dokter dan bidan langsung sibuk memasang infusan, katanya persiapan kalo nanti harus transfusi darah tinggal pasang aja, gak usah nusuk-nusuk jarum dulu. Masuk bukaan 9 sekitar jam 5 sore, bidan bilang bayinya besar jadi harus dibantu memutar kepalanya. Sayang sekali, saat dibantu diputar si bebih malah kabur naik ke atas lagi, terasa banget si bebi menubruk tulang rusuk. Ternyata kalau bayi naik lagi itu bukaan surut lagi saudara-saudara! kembali ke bukaan 6 dan sang bidan bilang, "aduh maaf ya...ternyata si bebi gak mau saya pegang-pegang. Berhubung sudah jam ganti shift, saya pamit ya". Hadeh!
Lalu masuklah bidan aplusan yang, alamaaaaak cantiiiiiiiik! bulu mata lentik bermaskara, berlesung pipit dan full make up! ternyata dengan "mbak bidan" yang cantik ini si baby anteng-anteng aja dan saya pun lancar melahirkan dengan hanya 2 kali mengejan. Si bebi lahir pukul 7 malam, mbak bidan nan cantik pun tidak henti-hentinya memuji saya dan suami, hontouni odayakana osan deshita ne, benar-benar persalinan tenang, tanpa panik. Si bebi pun tidak melewati fase kritis seperti persalinan si Kakak dulu. Alhamdulillah meskipun menurut standar saya mengalami pendarahan banyak (530 cc, dikatakan banyak karena lewat 500 cc) tapi tidak harus transfusi darah, plasenta pun keluar sempurna (tidak lekat seperti persalinan sebelumnya). Saya dan suami pun untuk pertama kalinya menjadi benar-benar faham, seperti apa itu persalinan natural. Maklum persalinan terdahulu banyak intervensi, ruang bersalin sibuk oleh para dokter dan perawat yang hilir mudik, kami cuma bisa diam dan pasrah. Sementara persalinan kali ini kami cuma ditemani satu dokter, satu bidan dan satu perawat. Mbak bidan cantik pun tidak saklek, saya boleh miring kiri kanan dengan bebas, mencari posisi yang pas supaya si bebi bisa turun, ikut membantu memijat dan memberikan pengarahan dengan jelas. Sampai-sampai setelah proses IMD selesai (si bebi meni pinter langsung bisa mimik), sambil mengurus si bebi mbak perawat bilang, "kalau liat gini langsung pengen melahirkan yang ke-4 kan, Bu!". Gubraksss! Saya pun sok meladeni, "Iya ya....bayi itu imut-imut siy...nyenengin. Tapi kan pekerjaan ibu bukan hanya melahirkan tapi juga membesarkan, itu yang berat yah". Mbak perawat manggut-manggut.
Setelah diobservasi selama sekitar 2 jam, saya pun boleh masuk ruang perawatan dan setelah 4 hari (yang super sibuk!) dirawat, saya pun diperbolehkan pulang. Si bebi dengan berat badan 3.682 gr dan panjang 52 cm ini kami namai Haqqi, yang dalam bahasa arab artinya kebenaran. Kami memilih 八起 untuk penulisan huruf kanjinya, diambil dari peribahasa 七転八起 (dibaca shichiten hakki, atau nana korobi yaoki) yang artinya meskipun terjatuh atau gagal sampai 7 kali pun, kalau kita bisa bangkit untuk yang ke-8 kalinya maka semua akan baik-baik saja. Singkatnya kami ingin bebi haqqi menjadi anak yang pantang menyerah. Semoga Allah mengabulkan doa kami, dan bebi Haqqi kelak menjadi orang yang pantang menyerah dalam menegakkan kebenaran, aamiin.
Lebay??? iya lebay banget! Tapi bukan hanya saya yang lebay, dokter-dokter di RS juga lebay. Karena saya melahirkan di RS yang sama, dokter yang memegang sejarah persalinan saya terdahulu dari awal sudah mengingatkan bahwa persalinan saya nanti berisiko tinggi, karena 2 kali persalinan selalu pendarahan sekitar 1500 cc. Selama pemeriksaan trimester 1 dan 2 saya selalu bertemu dengan dokter-dokter yang bicara risiko, sampai ketika saya pindah periksa hari Jumat dan mendapat dokter baru yang super pede. Dengan suara menggelegar beliau bilang, "jangan khawatir Bu, masak udah dua kali melahirkan susah banget begitu yang ketiga harus susah juga? santai aja lah!". Sayangnya saya hanya beberapa kali "kebagian" jatah diperiksa sang dokter, selebihnya saya diperiksa dokter lain yang ribut sekali tentang BB yang naik banyak, belum lagi saya anemia dan harus minum obat. Karena khawatir pendarahan lagi saat melahirkan saya juga diminta membuat persetujuan transfusi darah. Sebenarnya kalau saya tidak anemia saya bisa "menyetor" darah sendiri untuk digunakan jika dibutuhkan.
Dan ternyata sang dokter optimis itu lah yang benar. Persalinan Haqqi sangat sempurna, menurut saya. Setelah saya dinyataan bukaan 2 cm di minggu ke 36, tepat hari perkiraan lahir 10 Juni 2015 (full term-minggu ke 40) saya merasakan kontraksi teratur dan masuk RS. Bukaan sudah maju ke 3cm tapi sayang setelah dimonitor ternyata kontraksinya melambat dan saya disuruh pulang ke rumah. Besoknya porsi jalan kaki saya tambah, saya sempatkan berkeliling kampus dekat rumah sampai 3 putaran sebelum pergi belanja ke supermarket. Besoknya lagi, Jumat 12 Juni 2015 adalah hari pemeriksaan ke RS. Sebelum diperiksa dokter saya harus NST dulu, dan menurut perawat saya sudah kontraksi 10 menit sekali tapi saya belum merasa sakit. Lanjut periksa dokter, ternyata sudah bukaan 4 tapi karena belum terasa sakit, akhirnya saya pulang ke rumah.
Saat dalam perjalanan di dalam bis itulah saya mulai merasa sakit kontraksi teratur, bahkan sempat khawatir kalau pas turun dari bis pas datang kontraksi, takutnya orang-orang panik terus dipanggilin ambulance! turun dari bis sempet mampir Gyomu super, karena rasa-rasanya saya pernah lihat cheesecake halal dijual disitu. Sejak beberapa hari terakhir saya ngidam banget makan cake, tapi gak kuat bikin karena geraaah, gak pengen nyalain oven. Setelah muter-muter nyari sambil cengar cengir nahan sakit akhirnya menyerah pulang ke rumah dengan tangan hampa. Lalu makan siang dan menelepon ke rumah sakit, siap masuk RS tapi nanti berangkatnya jam 3 sore aja karena nunggu si Kakak pulang sekolah. Begitu si Kakak pulang langsung pamitan dan berangkat ke RS naik taxi.
Sampe RS, masih harus masuk lewat poli kebidanan, jadi deh periksa dalem lagi (hadeh! padahal kan tadi pagi udah bu Dokterrrr!). Ternyata udah bukaan 6, jadi deh langsung diangkut perawat pake kursi roda ke ruang bersalin (langsung tanpa mampir dulu di ruang kontraksi seperti biasanya), sementara suami diminta mengurus administrasi RS. Di ruang bersalin perawat, dokter dan bidan langsung sibuk memasang infusan, katanya persiapan kalo nanti harus transfusi darah tinggal pasang aja, gak usah nusuk-nusuk jarum dulu. Masuk bukaan 9 sekitar jam 5 sore, bidan bilang bayinya besar jadi harus dibantu memutar kepalanya. Sayang sekali, saat dibantu diputar si bebih malah kabur naik ke atas lagi, terasa banget si bebi menubruk tulang rusuk. Ternyata kalau bayi naik lagi itu bukaan surut lagi saudara-saudara! kembali ke bukaan 6 dan sang bidan bilang, "aduh maaf ya...ternyata si bebi gak mau saya pegang-pegang. Berhubung sudah jam ganti shift, saya pamit ya". Hadeh!
Lalu masuklah bidan aplusan yang, alamaaaaak cantiiiiiiiik! bulu mata lentik bermaskara, berlesung pipit dan full make up! ternyata dengan "mbak bidan" yang cantik ini si baby anteng-anteng aja dan saya pun lancar melahirkan dengan hanya 2 kali mengejan. Si bebi lahir pukul 7 malam, mbak bidan nan cantik pun tidak henti-hentinya memuji saya dan suami, hontouni odayakana osan deshita ne, benar-benar persalinan tenang, tanpa panik. Si bebi pun tidak melewati fase kritis seperti persalinan si Kakak dulu. Alhamdulillah meskipun menurut standar saya mengalami pendarahan banyak (530 cc, dikatakan banyak karena lewat 500 cc) tapi tidak harus transfusi darah, plasenta pun keluar sempurna (tidak lekat seperti persalinan sebelumnya). Saya dan suami pun untuk pertama kalinya menjadi benar-benar faham, seperti apa itu persalinan natural. Maklum persalinan terdahulu banyak intervensi, ruang bersalin sibuk oleh para dokter dan perawat yang hilir mudik, kami cuma bisa diam dan pasrah. Sementara persalinan kali ini kami cuma ditemani satu dokter, satu bidan dan satu perawat. Mbak bidan cantik pun tidak saklek, saya boleh miring kiri kanan dengan bebas, mencari posisi yang pas supaya si bebi bisa turun, ikut membantu memijat dan memberikan pengarahan dengan jelas. Sampai-sampai setelah proses IMD selesai (si bebi meni pinter langsung bisa mimik), sambil mengurus si bebi mbak perawat bilang, "kalau liat gini langsung pengen melahirkan yang ke-4 kan, Bu!". Gubraksss! Saya pun sok meladeni, "Iya ya....bayi itu imut-imut siy...nyenengin. Tapi kan pekerjaan ibu bukan hanya melahirkan tapi juga membesarkan, itu yang berat yah". Mbak perawat manggut-manggut.
Setelah diobservasi selama sekitar 2 jam, saya pun boleh masuk ruang perawatan dan setelah 4 hari (yang super sibuk!) dirawat, saya pun diperbolehkan pulang. Si bebi dengan berat badan 3.682 gr dan panjang 52 cm ini kami namai Haqqi, yang dalam bahasa arab artinya kebenaran. Kami memilih 八起 untuk penulisan huruf kanjinya, diambil dari peribahasa 七転八起 (dibaca shichiten hakki, atau nana korobi yaoki) yang artinya meskipun terjatuh atau gagal sampai 7 kali pun, kalau kita bisa bangkit untuk yang ke-8 kalinya maka semua akan baik-baik saja. Singkatnya kami ingin bebi haqqi menjadi anak yang pantang menyerah. Semoga Allah mengabulkan doa kami, dan bebi Haqqi kelak menjadi orang yang pantang menyerah dalam menegakkan kebenaran, aamiin.
Wah hebat mbaa ..masih balik dan nyari cake segala hihi..
ReplyDeletealhamdulillah ya lebih lancar dan ga bleeding
Selalu ada cerita seru ya dibalik proses persalinan tiap orang
Rs di tokyo nya namanya apa mba ?
maklum....lebay...mikirnya jangan2 ini my last wish hi3, saya di RS Showa Kodaira mbak Rizqa :)
DeleteIh.. hebat euy, nemu nama Arab n Jepang yang sama-sama baik artinya =D =D , btw, alhamdulillah semuanya lancar ya Nyai ... :) :)
ReplyDeletethanks mbak Ari...seneng banget mbak Ari ninggalin jejak di sini. Ijin follow trus baca2, keep updating ya mbak, aku suka tulisanmu :)
DeleteHuwaaa cakep! Enteng banget melahirkannya, semoga saya diberi kemudahan seperti itu juga ^^ amin!
ReplyDeleteaamiiii....dapet dokter dan bidan yang cantik or ganteng juga yaaaaa
Delete