Skip to main content

Tali halus itu bernama do'a (catatan Undoukai 2017)

Melihat anak-anak TK tampil dalam festival olahraga tahunan sekolah di Jepang, yang dikenal dengan sebutan Undoukai, adalah momen penuh keharuan. Mereka berlatih setiap hari menampilkan berbagai atraksi, untuk menyenangkan orangtua mereka. Mungkin sudah ada anak-anak yang mencintai olahraga, merasakan kepuasan saat menyentuh garis finish di urutan pertama, atau menikmati riuh rendah tepukan tangan penonton.
Tapi si Aa mungkin adalah salah satu anak yang hanya berusaha menjaga irama dengan teman-teman seusianya. Tampil berkali-kali di tengah lapangan sedari pagi, diselingi duduk bersama teman seangkatan dialasi terpal, sambil ditugasi untuk menyemangati adek atau kakak kelas yang sedang berlaga. Tahun ini si Aa sudah kelas tengah, mulai menampilkan atraksi grup yang membutuhkan kerjasama tim dan konsentrasi mengikuti instruksi guru olahraganya. Berbeda dengan lomba lari atau menari pom-pom di atraksi pagi dimana setiap anak adalah "bintang pertunjukan", atraksi Play Baloon, menggembungkan dan mengempiskan selembar kain bulat menjadi seperti balon dengan berbagai bentuk, hanya menempatkan setiap anak pada posisi tertentu dengan tugas yang sudah diatur. Mereka bergerak untuk menciptakan tontonan yang menarik bagi orang dewasa, tanpa mereka sendiri tahu apa yang sedang mereka ciptakan.
Play Baloon
Gambar diambil dari sini
Play Baloon adalah puncak pertunjukan bagi murid kelas tengah, yang otomatis begitu selesai anak-anak merasa sudah bebas. Si Aa bermanja minta dipangku selama menunggu undoukai berakhir, dan saya menjadi satu-satunya orang dewasa selain Bu Guru yang duduk di terpal bersama anak-anak. Disinilah saya melihat bagaimana anak-anak saling berinteraksi. Tiba-tiba ada seorang anak perempuan yang terus diledek, bahkan dijahili 3 orang teman laki-lakinya yang usil menyentil topinya berkali-kali. Anak ini awalnya protes, dan akhirnya menangis pelan. Tidak sekalipun dia memandang saya atau Bu Guru yang ada di dekatnya untuk meminta tolong. Saya sendiri sudah hendak bergeming menolong si anak perempuan itu, tapi kalah cepat! Seorang anak perempuan lain datang memeluknya dan menghardik pelan teman-teman jahilnya. Lalu peristiwa ini berakhir tanpa kegaduhan.
Bekal makan siang sekeluarga saat undoukai
Peristiwa seperti ini sering saya alami setiap hari saat mengantar Aa sekolah. Sekolah Aa adalah TK jadul yang pola pendidikannya juga jadul. Selain acara mendongeng, makan siang atau latihan menyelenggarakan event sekolah (disebut gyouji 行事), mereka hanya bebas bermain di halaman sekolah yang luas dan tak terawat. Biasanya setelah selesai mengantar si Aa dan menyerahterimakannya kepada Bu Guru, saya melepas si Adek main di halaman TK sekitar 1 jam-an. Saat inilah saya biasa menemukan berbagai macam insiden yang melibatkan hanya anak-anak, tanpa campur tangan Bu Guru. Dan berkali-kali saya dibuat kagum dengan bagaimana mereka menyelesaikan insiden-insiden semacam ini. Sekolah adalah sebuah masyarakat kecil, dengan anggota-anggotanya yang juga kecil, tapi saling berfungsi dengan baik layaknya dunia sosial orang dewasa.
Tak lama si Aa harus bersiap untuk acara penutupan, saya pun beranjak dari terpal tempat duduk, dan dihampiri oleh seorang ibu, yang menyampaikan permintaan maaf. Ternyata anaknya kedapatan berkali-kali memukul dan menyikut si Aa, peristiwa yang luput dari pengamatan saya, dan kemudian dibenarkan ayahnya yang bertugas "meliput" Aa tampil. Saya menepis kekhawatiran si Ibu, "Tidak apa-apa, Bu. Namanya juga anak-anak. Mungkin anak saya juga pernah mengusili anak Ibu, cuma saya tidak pernah melihatnya. Sudah ketentuannya mereka selalu baris berdekatan, dan anak saya sering kabur-kaburan tidak bisa tertib". Si Ibu tetap membungkuk-bungkuk minta maaf, bahkan setelah saya berlalu dari tempat itu, membuat saya jadi paranoid, seberapa seringkah si Aa dijahili teman-temannya? adakah anak lain yang kemudian mengapitnya dan mengajaknya menjauh? membawanya ke tempat yang aman dan menghiburnya?
Begitu anak-anak keluar dari rumah dan berbaur dengan anak-anak sebayanya, rasanya ingin mengikatnya dengan tali yang bisa saya tarik ulur sesuai kebutuhan. Jika ia menghadapi bahaya, saya bisa langsung menarik dan menyelamatkannya. Jika diperlukan, saya dapat menariknya pelan-pelan dan menjauhkannya dari suasana yang membuatnya merasa tidak nyaman. Saya bisa juga mengulurnya jika melihat ada kesempatan baginya untuk bermain, tersenyum, dan bahagia.
Tapi jika pun ada, maka tali itu tidak lebih dari sebuah kendali. Yang sebaik apapun maksud dan tujuan pemakainya, tidak lebih dari sekedar pengekang, layaknya tali kendali seekor kerbau bajak, yang bahkan kerap harus dilengkapi sebuah pecut! Ibu harus memilih tali lain, yang halus dan tak terlihat, tapi sangat kuat. Saat tangan-tangan Ibu tak sampai untuk memelukmu, menyelamatkanmu, atau menuntunmu, mari berpegang pada tali itu, Nak. Tali itu adalah do'a yang selalu Ibu panjatkan untukmu. Semoga Allah selalu menjagamu, melindungimu, dan memberkahimu. Aamin.

Comments

  1. Ini pas undoukai kemarin ya Mak? Anak saya undoukainya udah pas bulan puasa kemarin., Taihen ne.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. taihensou dane...kakaknya juga pas bulan puasa lalu :)

      Delete
  2. MasyaAllah, ademmm banget Kak bacanya, saya Ibu bekerja yang todak bisa setiap saat sama anak, saya jadi merasakan analogi doa dengan tali sebagai sesuatu yang sangat saya, terima kasih sudah menyemangati saya dan berbagi optimisme 😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Dek :) gak ibu bekerja gak ibu di rumah, semua sama gak bisa 24 jam melindungi anak. Hanya Allah yang selalu mengawasi 24 jam :) mudah2an ibu-ibu bisa saling membantu, turut "menjaga" anaknya dan anak-anak lain supaya semua anak terlindungi, aamiin

      Delete
  3. Wah, aku jd tercerahkan nih, selama ini suka kuatir dan parno, di jaman skrgvyg bahkan anak SD pun udh rame kasus bully yg parah, aku kuatirin anak2ku. Inspiring mba tulisanmu :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih mbak Noe...iya bullying itu masalah berat yang penyelesaiannya gak cuma tugas orangtua dan guru, tapi tugas semua anggota masyarakat. anak-anak itu harapan kita semua...sudah seharusnya dijaga bersama-sama :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Youkan atau Dodol Jepang

Homemade Mizuyoukan Saat Ibu saya mengunjungi kami di Tokyo, kegembiraan beliau yang paling terasa adalah menemukan kembali makanan masa kecil. Meskipun Tokyo adalah kota metropolitan yang canggih dan gemerlap, tapi tengoklah pojok makanan tradisional mereka. Jangan kaget jika menemukan teng teng beras, opak, kue mochi, kue semprong, rambut nenek-nenek (harum manis di-sandwich semacam kerupuk renyah), kolontong ketan, gemblong dan banyak lagi. Karena saat itu musim gugur, kesemek membanjiri supermarket, Ibu saya selalu berfoto dengan gunungan buah kesukaannya di masa kecil, yang kini jarang ditemukan di negerinya sendiri. Tapi yang paling beliau sukai adalah, youkan. Beliau menyebutnya dodol. Ada banyak sekali varian youkan, tapi yang beliau sukai adalah shio youkan. Bedanya dengan dodol, kadang ada dodol yang kering, atau dodol yang agak liat. Saya sendiri suka dengan makanan tradisional Jepang, mengingatkan pada camilan kalau mudik ke Tasik saat lebaran. Masalahnya, rata-rata b

Cerita Kelahiran Raika

Alhamdulillah....akhirnya saya menjadi ibu juga. Si neng lahir hari Jumat 5 Desember 2008, Berat Lahir 3.512kg Panjang Badan 51 cm, dan kami namai RAIKA 来香 . Sayang sekali proses kelahirannya tidak mendapatkan liputan yang layak

Menyurangi Resep Ebi Furai

Salah satu makanan favorit keluarga adalah furai atau gorengan, terutama ebi furai. Biasanya kalau saya membuat stok makanan beku saya sekaligus membuat ebi furai , chicken nugget dan hamburg/burger patties . Cuma belakangan si Aa udah mulai jarang tidur siang, jadi sudah tidak bisa lama-lama mencuri waktu membuat stok makanan lagi.