Skip to main content

Laporan Catur Wulan Pertama TK

suasana halaman TK
Alhamdulillah, Aa Taqwa menyelesaikan satu caturwulan pertamanya di TK. Hari ini hari terakhir sekolah sebelum liburan musim panas. Masuk TK buat Aa Taqwa, walaupun anak kedua dan TK yang sama dengan TK si Kakak, plus Taqwa pun sudah terbiasa main di halaman TK dan kenal dengan beberapa guru di sana, tapi menjadi peristiwa besar buat saya. Pertama, karena saya diingatkan mertua tentang kemungkinan Taqwa "terlambat" atau "belum siap" masuk TK. Banyak keterampilan dasar yang si Aa belum mampu, dari hal yang sederhana semisal BAK/BAB sendiri di toilet, sampai kemampuan berkomunikasi dan menyesuaikan diri dengan anak seusia, maupun orang dewasa lain selain orangtuanya di TK nanti. Kedua, kekhawatiran pihak keluarga saya, bahwa si Aa masih terlalu kecil, not teachable age katanya, terlalu cepat dimasukkan ke TK.

Selama 4 bulan penyesuaian kegiatan harian, bukan hanya si Aa yang repot dan capek tapi juga saya.  Sebulan pertama TK masih pendek waktunya, jam 9.00-11.30 dan tanpa membawa bekal. Tapi setelah mulai full dari jam 9.00-13.30 terasa sekali sibuk di pagi hari, menyiapkan sarapan dan bekal 3 orang yang berbeda isi dan waktu membuatnya (si Ayah berangkat subuh, si Kakak berangkat jam 7.50 dan si Aa jam 8.40), juga menyiapkan mood si Aa untuk berangkat ke TK. Menyiapkan waktu yang cukup untuk membiasakan pola pagi hari, bangun-cuci muka-sarapan-ganti baju (membuka dan memakai baju sendiri termasuk mengancingkan seragam)-menggosok gigi-BAK/BAB-memakai kaus kaki dan sepatu. Awalnya semua berjalan sangat lambat, sampai-sampai Adek Haqqi keburu sawan karena sudah siap digendong mau keluar rumah tapi harus menunggu si Aa yang sangat lambat! Saya sendiri terkadang geram, kepingin menyuapi, memakaikan baju dan sepatu supaya cepat, tapi harus menahan diri.

Saya terus menerus mengingatkan diri sendiri, seperti saat si Kakak masuk TK juga, anak-anak seperti juga orang dewasa, sangat gembira jika mereka bisa menguasai keahlian baru. Bisa makan sendiri, bisa pipis pup sendiri, bisa pakai baju dan sepatu sendiri. Membantu mereka memang bisa mempercepat waktu (supaya tidak terlambat tiba di sekolah dan dianggap ibu yang tidak cekatan), tapi itu juga berarti merampas kebahagiaan anak. Akhirnya saya yang harus mengalah, mengawali hari lebih pagi, mengerjakan pekerjaan rumah lebih cepat, supaya si Aa bisa mengerjakan harinya dengan santai tanpa terburu-buru (atau saya buru-buru!).

Aa Taqwa di depan kandang kelinci
Menjemput si Aa dari TK juga perlu catatan tersendiri. Kadang si Aa terlalu capek dan cranky karena kebanyakan main, atau justru bad mood karena dimarahi Bu Guru, bertengkar dengan teman atau kurang puas bermain. Akibatnya saya harus menyiapkan waktu juga untuk mengajak si Aa jalan-jalan dulu, main di taman dulu, atau sekedar memberi makan kelinci peliharaan sekolah sampai si Aa siap pulang ke rumah. Kebiasaan tidur siang juga mulai hilang, kecuali jika terlalu capek di sekolah biasanya si Aa ketiduran sore dan keterusan sampe besok paginya, tanpa makan malam. Bangun pun kepagian (kadang jam 4 pagi!) karena lapar, akibatnya di sekolah sudah keburu capek. Terus menerus begitu seperti lingkaran setan. Akhirnya ritual mandi plus main air digeser waktunya, dari sebelum tidur menjadi sebelum makan malam. Sekarang si Aa bisa tidur jam 8 malam walaupun tanpa tidur siang, dan bangun jam 6 pagi.

Lalu bagaimana laporan si Aa di sekolah? menjelang akhir cawu ada sesi dialog dengan Bu guru, satu orang dijatahi 15 menit (tapi praktiknya bisa sampai 1 jam!). Menurut laporan Bu Guru, pada umumnya si Aa dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan sekolah, mulai senang bermain dengan teman sekelas, bisa menunggu giliran dan berbaris rapi, mandiri BAK/BAB, makan bekal dengan lahap tanpa berantakan dan lain-lain. Ada beberapa catatan yang harus ditindaklanjuti di rumah. Pertama, kemampuan berkomunikasi yang rendah, akibatnya jika ingin ikut main dengan teman si Aa seenaknya saja merebut mainan. Kedua, kesulitan memahami petunjuk Bu Guru sehingga Bu Guru harus menyediakan waktu khusus untuk membantu si Aa. Ketiga, yang selalu saya komunikasikan ke Bu Guru, si Aa masih tetap lebih senang bermain sendiri ketimbang bersama teman, terutama senang main air dan kunci! Akibatnya si Aa sering merepotkan Bu Guru karena selalu menghilang dan main keran atau membuka kunci pintu pagar sekolah!

senangnya main sama Bu Guru!
Sekolah TK si Aa tidak mengajarkan calistung, jadi kekhawatiran si Aa bakalan stress belajar karena masih not teachable age bisa dibilang tidak ada. Tapi tentu bukan berarti bebas stress. Karena bagaimanapun lingkungan sekolah bagi si Aa adalah tempat yang sama sekali baru, orang-orang yang tidak dia kenal, dan memiliki banyak peraturan baru. Selain tentu saja banyak juga hal baru yang menyenangkan, tempat bermain yang luas, mainan yang banyak dan bermacam-macam, juga teman bermain yang banyak.

Adanya teman bermain merupakan kemewahan bagi kami (dan mungkin bagi keluarga lainnya yang tinggal di perkotaan), karena sulitnya menemukan teman dan waktu untuk bermain selain di sekolah. Pihak sekolah juga memahami hal ini, itulah mungkin yang menjadikan mereka berusaha menggunakan setiap momen di sekolah untuk memaksimalkan interaksi sesama anak. Pernah saat mengantar si Aa sekolah saya melihat adegan "kecelakaan" anak TK kelas kecil (usia 3 tahun) yang tertubruk ayunan sampai terpental! kebetulan yang sedang naik ayunan adalah kakak si anak tadi (usia 5 tahun). Anak-anak ramai mengerumuni, dan berebut ingin membantu si adik. Lalu seorang anak perempuan kelas besar (usia 5 tahun) diberi peralatan P3K oleh Bu Guru dan membersihkan luka dengan penuh kasih sayang, sementara si Kakak Korban yang naik ayunan mengamati dari jauh (sambil merasa bersalah mungkin). Saya sangat terkesan, karena sebenarnya Bu Guru bisa saja membersihkan luka anak-anak karena memang sudah tugasnya, dan tentunya lebih terampil, tapi ini juga adalah "kesempatan langka" buat anak lain, yang mungkin anak tunggal, untuk mengurus adik yang lebih kecil dan lebih lemah dari dirinya. Memberinya kesempatan merasa menjadi "Kakak" walaupun cuma sebentar saja!


Semoga setelah liburan musim panas si Aa bisa lebih banyak bermain dengan teman dan menikmati kegiatan sekolah. Tidak merepotkan bu Guru karena harus membuka tutup keran air maupun kunci pintu pagar sekolah. Aamiin.


Comments

Popular posts from this blog

Youkan atau Dodol Jepang

Homemade Mizuyoukan Saat Ibu saya mengunjungi kami di Tokyo, kegembiraan beliau yang paling terasa adalah menemukan kembali makanan masa kecil. Meskipun Tokyo adalah kota metropolitan yang canggih dan gemerlap, tapi tengoklah pojok makanan tradisional mereka. Jangan kaget jika menemukan teng teng beras, opak, kue mochi, kue semprong, rambut nenek-nenek (harum manis di-sandwich semacam kerupuk renyah), kolontong ketan, gemblong dan banyak lagi. Karena saat itu musim gugur, kesemek membanjiri supermarket, Ibu saya selalu berfoto dengan gunungan buah kesukaannya di masa kecil, yang kini jarang ditemukan di negerinya sendiri. Tapi yang paling beliau sukai adalah, youkan. Beliau menyebutnya dodol. Ada banyak sekali varian youkan, tapi yang beliau sukai adalah shio youkan. Bedanya dengan dodol, kadang ada dodol yang kering, atau dodol yang agak liat. Saya sendiri suka dengan makanan tradisional Jepang, mengingatkan pada camilan kalau mudik ke Tasik saat lebaran. Masalahnya, rata-rata b

Cerita Kelahiran Raika

Alhamdulillah....akhirnya saya menjadi ibu juga. Si neng lahir hari Jumat 5 Desember 2008, Berat Lahir 3.512kg Panjang Badan 51 cm, dan kami namai RAIKA 来香 . Sayang sekali proses kelahirannya tidak mendapatkan liputan yang layak

Menyurangi Resep Ebi Furai

Salah satu makanan favorit keluarga adalah furai atau gorengan, terutama ebi furai. Biasanya kalau saya membuat stok makanan beku saya sekaligus membuat ebi furai , chicken nugget dan hamburg/burger patties . Cuma belakangan si Aa udah mulai jarang tidur siang, jadi sudah tidak bisa lama-lama mencuri waktu membuat stok makanan lagi.